Ancaman Pancasila dinilai tak hanya komunisme

24 Oktober 2019 23:37 WIB
Ancaman Pancasila dinilai tak hanya komunisme
Direktur Hubungan Antarlembaga dan Kerja Sama BPIP Elfrida Herawati Siregar (ANTARA/Dyah Dwi)
Ancaman Pancasila bukan hanya komunisme, melainkan juga ideologi-ideologi yang bertentangan dengan dasar negara itu, kata Direktur Hubungan Antarlembaga dan Kerja Sama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Elfrida Herawati Siregar.

"Kami ingin Pancasila itu menjadi satu-satunya ideologi. Ancaman bukan cuma komunis, ada khilafah, ada kolonialisme, kapitalisme, itu ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila," ujar Elfrida Herawati Siregar kepada Antara di Surabaya, Kamis.

Salah satu contoh, tutur dia, ancaman Pancasila yang sedang hangat dibahas adalah khilafah, yakni pandangan untuk sistem kepemimpinan umum kaum muslim yang menerapkan hukum Islam dan pengembangan dakwah.

Menurut Elfrida, daripada membicarakan khilafah lebih dalam, pihaknya lebih memilih untuk memperkuat pemahaman nilai-nilai Pancasila agar pemahaman Pancasila sebagai ideologi Indonesia yang sudah final tahan banting.

"Cinta NKRI atau cinta kepada agama, itu kan pertanyaan menjebak, kalau kita bisa membuat mereka paham mereka akan tahu jawabannya, yakni tidak perlu menjawab atau jawab cinta dua-duanya karena masing-masing berbeda posisi," ucap dia.

Baca juga: BPIP ajak anak-anak kembali bermain permainan tradisional

Baca juga: BPIP: Kesbangpol jangan hanya dijadikan "pemadam kebakaran"

Baca juga: Pembumian Pancasila, anak TK disiapkan jadi Satria Bela Negara


Sementara itu, pembahasan paham khillafah serta komunisme di perguruan tinggi telah dibatasi harus di bawah bimbingan dosen dan sebagai ilmu pengetahuan. Paham-paham yang tidak sejalan dengan Pancasila masih diperbolehkan dibahas dalam mimbar akademik sejauh berbentuk kajian.

Indonesia memiliki empat pilar kebangsaan, yakni NKRI, Pancasila sebagai ideologi bangsa, Undang-Undang Dasar NRI 1945 serta semboyan Bhineka Tunggal Ika. Empat pilar tersebut harus dipegang teguh oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019