• Beranda
  • Berita
  • Memaknai Sumpah Pemuda dan perlunya merawat bahasa persatuan

Memaknai Sumpah Pemuda dan perlunya merawat bahasa persatuan

28 Oktober 2019 12:32 WIB
Memaknai Sumpah Pemuda dan perlunya merawat bahasa persatuan
Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan Bahasa dan Sastra (Badan Bahasa) Dr. Danu Ismadi (kelima dari kanan), ahli bahasa Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sriyanto (ketujuh dari kiri) serta sejumlah pembicara lain berfoto bersama dalam Forum Diskusi dengan Media Massa yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan di Jakarta, Kamis (24/10/2019). ANTARA/Katriana/am.

Jadi sesuatu yang keren itu yang asing. Artinya kalau tidak asing tidak keren. Jika itu menjangkiti masyarakat, maka bahasa persatuan ini bisa terkikis

Pada 2 Mei 1962, para pemuda pejuang bangsa, seperti Muhammad Yamin, Sanusi Pane, dan M. Tabrani mengatakan salah satu dari ikrar Sumpah Pemuda bahwa "Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia".

Bahasa yang menyatukan 718 bahasa daerah, 1.331 suku dengan 264 juta penduduk yang tersebar di 17.504 pulau, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.

Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan Bahasa dan Sastra (Badan Bahasa) Dr. Danu Ismadi kepada ANTARA, Minggu (27/10), mengatakan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa selayaknya mendapat tempat di hati sanubari seluruh rakyat Indonesia.

Bahasa Indonesia juga perlu dirawat sehingga utuh dan tak terkikis oleh perkembangan zaman. 

Bahasa Indonesia adalah buah dari perjuangan panjang para pejuang yang berupaya menemukan bahasa persatuan sebagai identitas bangsa. Bahasa Indonesia juga buah perdebatan panjang para pejuang dalam upaya menyatukan bangsa melalui bahasa.

Atas perjuangan itulah, seluruh rakyat Indonesia perlu menyadari pentingnya merawat bahasa Indonesia yang menjadi buah dari perjuangan panjang para pemuda.

Semestinya rakyat Indonesia menjaga dan merawat keutuhan bahasa Indonesia dengan menggunakannya sebagai bahasa utama.

"Karena jika tidak ada bahasa Indonesia, kita tidak punya bahasa negara. Akan ada banyak orang yang berebut menjadikan bahasa daerah mereka sebagai nasional," tuturnya.

Para pemuda, katanya lebih lanjut, sepakat menggunakan bahasa Indonesia meski saat itu bahasa Indonesia belum terbentuk.

"Tahun 1926 belum ada. Setelah kita merdeka, dituangkanlah ke dalam undang-undang. Itu tersirat di pasal 36 itu tersurat bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Nah, di sinilah bahasa Indonesia berlanjut terus," katanya.

Baca juga: Badan Bahasa gelar forum diskusi masalah kebahasaan di media massa

Upaya yang terus dilakukan adalah dengan membuat sistem tata bahasa, kamus, ejaan, sistem fonologi, morfologi, dan sebagainya.

Bahasa Indonesia pertama kali diciptakan berasal dari bahasa Melayu. Namun, dalam perkembangannya bahasa Melayu tersebut terus diperkaya dengan berbagai kosakata dan tata bahasa baru serta ejaan yang disempurnakan sampai terbentuk Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) pada 2016.

Sementara itu, tata bahasa yang baku, pembentukan istilah, dan kamus bahasa Indonesia juga terus disempurnakan dalam rangka memperkaya bahasa Indonesia lebih lanjut.

Oleh karena itu, dengan melihat sulitnya perjuangan para pejuang dalam mewujudkan bahasa Indonesia, sudah selayaknya bahasa tersebut diutamakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

"Karena ini adalah rahmat tak kentara atau 'blessing in disguise'. Itu harus kita semangatkan kepada generasi muda," ucap dia.

                                                               Pengembangan bahasa
Badan Bahasa sebagai penanggungjawab pengembangan bahasa telah melakukan banyak upaya untuk mengembangkan dan memperkaya bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia disebut mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan munculnya ribuan kosakata baru yang diserap, baik dari bahasa daerah, bahasa asing, ataupun bahasa dalam ilmu pengetahuan ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Pada setiap perbaikan kosakata, rata-rata 2.000 hingga 4.000 kosakata baru terserap ke dalam bahasa Indonesia melalui proses pengumpulan dan seleksi yang dilakukan Badan Bahasa setiap tahun.

Dalam pengayaan tersebut, bahasa daerah tercatat paling banyak terserap ke dalam bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa asing dan kosakata istilah dalam ilmu pengetahuan.

Contohnya, kata "kiwari" dari bahasa Sunda yang artinya "saat ini." Kosakata tersebut dan kosakata lain dari 718 bahasa daerah di Indonesia telah diserap dalam rangka memperkaya kosakata bahasa Indonesia.

Selain itu, Badan Bahasa juga melakukan penyerapan bahasa asing yang digunakan oleh PBB, antara lain bahasa Inggris, Prancis, Arab, Mandarin, Rusia, dan Spanyol.

Sementara itu, kosakata-kosakata istilah dalam ilmu pengetahuan juga diserap seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, baik dalam ilmu fisika, geologi, kimia dan lainnya yang digunakan oleh masyarakat ilmiah dan akademik.

Dalam proses penyerapan, kosakata baru yang diserap ke dalam bahasa Indonesia perlu disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia yang dikenal dengan pedoman umum pembentukan istilah.

"Jadi bagaimana kita memasukkan istilah kata atau bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia itu ada acuannya. Ada acuan atau referensi bagaimana kita memasukkan bahasa Inggris, Prancis dan sebagainya ke dalam bahasa Indonesia," kata dia.

Baca juga: Kemendikbud: Bahasa Indonesia harus terus diutamakan

Dalam proses pengumpulan kosakata baru, banyak upaya dilakukan Badan Bahasa, salah satunya dengan menjaring kosakata tersebut dengan bantuan masyarakat.

Masyarakat dapat memberikan masukan tentang kosakata atau istilah baru dengan cara mengunduh aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) di kbbi.kemdikbud.go.id dan bergabung sebagai anggota dalam aplikasi tersebut.

Cara berikutnya, mengirimkan surat berisi rekomendasi kosakata baru kepada Badan Bahasa. Rekomendasi kata tersebut telah banyak diterima dari banyak kalangan, baik dari masyarakat umum, organisasi dan lain-lain.

Kosakata-kosakata baru tersebut lebih lanjut dibahas dalam sidang komisi istilah. Sidang tersebut merupakan forum diskusi untuk menyeleksi kosakata baru.

Kosakata-kosakata baru yang dikumpulkan dari berbagai lembaga profesi tersebut kemudian direkap oleh tim redaksi kosakata di Badan Bahasa untuk proses seleksi lebih lanjut.

Kosakata yang telah direkapitulasi selanjutnya dibahas dalam sidang komisi istilah yang digelar oleh Badan Bahasa setiap dua kali dalam satu tahun.

Dalam sidang tersebut, Badan Bahasa mengundang para ahli bahasa, ilmu pengetahuan, dan berbagai pemerhati yang dapat memberikan masukan tentang kosakata yang layak untuk diserap ke dalam bahasa Indonesia.

                                                                            Permasalahan
Ahli bahasa Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sriyanto menyebutkan secara umum perkembangan bahasa Indonesia tidak memiliki kendala, baik dalam masyarakat maupun dunia pendidikan.

Namun, ia mencatat bahwa permasalahan muncul dalam cara penggunaan bahasa Indonesia yang standar dan baku.

Masyarakat pada umumnya memakai bahasa hanya berpedoman pada penggunaan bahasa yang umum dilihat dan banyak dipakai orang.

Hal tersebut menyebabkan munculnya kesalahan-kesalahan penggunaan bahasa yang terjadi secara terus menerus tanpa mengimbanginya melalui upaya mencari kebenaran berbahasa sesuai kaidah.

Kalau melihat tren masyarakat yang mengagung-agungkan sesuatu yang berbau asing, kata dia, hal itu perkembangan cukup mengkhawatirkan.

"Jadi sesuatu yang keren itu yang asing. Artinya kalau tidak asing tidak keren. Jika itu menjangkiti masyarakat, maka bahasa persatuan ini bisa terkikis," katanya merujuk kepada bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Baca juga: Identitas diri diperlukan wujudkan manusia unggul

Selama melakukan penyuluhan di lapangan, ia kerap melihat kecenderungan perilaku para pengusaha dan juga pejabat yang mengagung-agungkan penggunaan bahasa asing dalam penggunaan bahasa mereka sehari-hari.

Dalam penelitian terhadap bahasa iklan di televisi, ia juga menemukan hampir semua unsur bahasa asing dari setiap produk yang diiklankan.

"Sekurang-kurangnya yang memperagakan produk adalah orang asing walaupun produk itu adalah produk Indonesia," katanya.

Hal tersebut menunjukkan para pengusaha kerap beranggapan bahwa masyarakat akan selalu tertarik dengan sesuatu yang berasosiasi dengan bahasa asing.

"Masyarakat kita memang jika tidak ada (bahasa, red.) asingnya dianggap tidak bergengsi. Jika itu terus dibiarkan, itu akan sangat membahayakan," katanya.

                                                                          Upaya perbaikan
Badan Bahasa sebagai lembaga pengembangan bahasa Indonesia telah melakukan banyak upaya untuk merawat dan mengawal perkembangan bahasa Indonesia.

Badan Bahasa melakukan upaya pengembangan secara berkesinambungan salah satunya, pengembangan kamus besar. Kamus Besar Bahasa Indonesia terus menerus dikembangkan karena banyak kosakata yang dapat dijadikan sebagai bahasa modern.

Selain itu, Badan Bahasa juga melakukan pembinaan kepada masyarakat pengguna bahasa, mengajak mereka untuk mengutamakan pemakaian bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.

Badan Bahasa juga mengembangkan program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) untuk memungkinkan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional.

Baca juga: Kemendikbud: Perlu perencanaan program bahasa yang menyeluruh

Selanjutnya, membuat program prioritas berupa Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) setara TOEFL untuk uji kemahiran bahasa Inggris.

Mereka juga menggandeng lembaga media dari berbagai platform untuk menggunakan bahasa Indonesia sesuai kaidah kebahasaan yang baik dan benar sehingga menjadi contoh yang benar bagi masyarakat.

Banyak upaya telah dan akan terus dilakukan Badan Bahasa untuk menjaga dan merawat bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Namun demikian, kesadaran untuk merawat bahasa persatuan tersebut semestinya dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia sehingga bahasa Indonesia tetap lestari dan semakin kaya.

Bahasa Indonesia selayaknya mendapat tempat di hati sanubari setiap warga dengan mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa, tanpa mengesampingkan upaya memperkaya pengetahuan dengan menguasai bahasa asing.

Baca juga: Bahasa Indonesia akan diajarkan di Universitas Al Azhar Mesir
Baca juga: Badan Bahasa sebut 11 bahasa daerah punah

Pewarta: Katriana
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019