• Beranda
  • Berita
  • Warga terdampak proyek tol minta prioritas pengeringan lahan

Warga terdampak proyek tol minta prioritas pengeringan lahan

1 November 2019 09:22 WIB
Warga terdampak proyek tol minta prioritas pengeringan lahan
Dokumentasifoto - Sejumlah operator mengoperasikan alat berat pada proyek pembangunan jalan Tol Bawen-Salatiga di Kandangan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (30/3). Pembangunan jalan tol sepanjang 17,57 km tersebut saat ini telah mencapai 96 persen dan diharapkan dapat selesai pada bulan Mei sehingga dapat digunakan saat Lebaran. ( ANTARA FOTO/Aji Styawan/tom/foc/17)

Sebagian warga terdampak meminta direlokasi. Usulan ini utamanya disampaikan oleh warga Dusun Pundong, dan Sanggrahan.

Warga Desa Tirtoadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terdampak proyek pembangunan jalan Tol Bawen-Yogyakarta-Solo mengharapkan mendapat prioritas dalam pengurusan izin pengeringan lahan agar mereka dapat membangun rumah di lahan yang sudah dikeringkan.

"Warga yang kemungkinan besar tempat tinggalnya terdampak proyek memberi beberapa masukan jika nanti bakal digusur, yaitu diprioritaskan dalam hal pengeringan lahan," kata Kepala Desa Tirtoadi, Sabari di Sleman, Jumat.

Menurut dia, sudah banyak warganya yang mengetahui tentang proyek strategis nasional itu.

"Sebagian warga terdampak meminta direlokasi. Usulan ini utamanya disampaikan oleh warga Dusun Pundong, dan Sanggrahan," katanya.

Baca juga: Konflik agraria diperkirakan bertambah seiring pembangunan jalan tol

Ia mengatakan, jika memang harus relokasi, pihak Pemerintah Desa Tirtoadi menyiapkan alternatif relokasi dengan menggunakan tanah kas desa.

"Luas tanah kas desa di tempat kami, cukup untuk menampung warga yang menginginkan relokasi," katanya.

Ia mengatakan yang perlu dipikirkan adalah sistemnya. Apakah nanti masyarakat harus menyewa atau dibalik nama.

"Keputusan tentang usulan penggunaan tanah kas desa merupakan wewenang Gubernur. Kami juga telah menyampaikan usulan itu ke Pemprov DIY," katanya.

Sabari mengatakan, jika usulan relokasi tidak bisa terlaksana, maka warga terdampak meminta agar diprioritaskan dalam mengurus izin pengeringan lahan.

"Hal ini jika nantinya warga terpaksa membangun rumah di atas lahan persawahan. Harapannya, izin pengeringan lahan yang diajukan warga terdampak bisa dijadikan prioritas, pemerintah seharusnya juga memperhatikan warga," katanya.

Ia mengatakan, terkait rencana pembebasan lahan sampai saat ini belum ada data hitungan jumlah warga yang terdampak.

Baca juga: Sleman siapkan pengganti lahan pertanian terdampak Tol Bawen-Yogya

"Jika sudah ada 'by name' dan 'by address', pemerintah desa akan mengajukan secara resmi usulan relokasi dan izin pengeringan kepada dinas terkait.

Camat Mlati Yakti Yunanto mengatakan akan menunggu keputusan dari Pemprov DIY dan Pemkab Sleman. Agar warga tidak resah dengan adanya isu pembangunan tol ini, pihaknya akan berkoordinasi dengan forum pimpinan kecamatan lainnya.

"Kami belum punya detail data warga yang terdampak. Tapi memang ada permintaan dari warga supaya diprioritaskan izin pengeringannya jika membangun hunian di daerah pertanian," katanya.

Sementara itu, Desa Maguwoharjo juga termasuk dalam wilayah yang terdampak proyek pembangunan tol Bawen-Yogyakarta-Solo.

Sekretaris Desa Maguwoharjo Hari Santoso mengatakan sejauh ini belum ada data pasti terkait jumlah bangunan maupun lahan yang terdampak.

"Kami masih dalam posisi menunggu instruksi lebih lanjut. Warga memang sudah ada yang dengar rencana jalan tol, tetapi kami masih menunggu," katanya.

Ia mengatakan, di Desa Maguwoharjo setidaknya ada lima padukuhan yang akan terdampak tol Yogyakarta-Solo yakni Ringinsari, Sambego, Maguwo, Karangnongko dan Pugeran.

"Kendati belum menentukan akan merelokasi atau tidak warga yang terdampak. Karena itu nanti hanya sepotong saja," katanya.

Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman Heru Saptono mengatakan segala prosedur dalam pengeringan lahan akan disesuaikan dengan peruntukan tata ruang.

"Kami lihat dulu sudah ditetapkan jadi LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) atau belum. Jika sudah masuk LP2B, ya seharusnya izin di luar itu dan tidak bisa untuk pemukiman," katanya.
 

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019