"Jelas bahwa penebangan-penebangan pohon tersebut kontradiktif dengan
komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, menurunkan temperatur iklim lokal dan memerangi peningkatan suhu kawasan kota," kata Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Pria yang akrab disapa Puput itu mengatakan seharusnya Pemerintah tetap mempertahankan pohon- pohon yang sudah ada karena Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta yang ditargetkan sebanyak 20 persen pada 2030 baru terpenuhi sebesar 9,4 persen.
Selain dapat mengurangi emisi gas rumah kaca diketahui dapat juga menyerap polutan yang menjadi salah satu masalah buruknya udara di Jakarta.
Baca juga: Penebangan pohon di trotoar salahi aturan
Baca juga: DPRD pertanyakan koordinasi pembabatan pohon besar Cikini
Baca juga: Pohon berbunga cantik akan ditanam di Cikini
"Risiko batang tumbang dan cabang patah sebenarnya bisa diantisipasi dengan pemangkasan dahan secara teratur," kata Puput menanggapi alasan Pemprov DKI menebang pohon Angsana.
Lebih lanjut, Puput menilai keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggantikan Pohon Angsana dengan Pohon Tabebuya kurang tepat dinilai dari segi fungsinya.
"Tabebuya yang akan dijadikan pengganti Angsana hanya memiliki 7,8% kemampuan menyerap CO2 atau 24,2 gr/jam sementara Angsana mampu mengcapture 310 gr/jam. Artinya kemampuan Tabebuya hanya 7,8% dari kemampuan Angsana dalam menyerap CO2," kata Puput.
Sebelumnya, Dinas Kehutanan DKI Jakarta melakukan penebangan pohon di sepanjang trotoar Cikini bersamaan dengan penataan trotoar yang dilakukan oleh Dinas Bina Marga DKI.
Selain agar menciptakan trotoar yang nyaman bagi pejalan kaki, penebangan pohon jenis Angsana dan Beringin di Cikini dilakukan untuk peremajaan tanaman.
"Kelemahannya untuk jenis Angsana adalah seiring usia pohon yang semakin tua, struktur cabang dan batangnya mudah keropos dan rapuh. Dikhawatirkan mudah patah cabangnya dan bahkan tumbang. Dampaknya tentu membahayakan pengguna jalan apalagi keberadaannya di trotoar," kata Suzi.
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019