Sejumlah siswa dan pelajar berbagai sekolah mulai dari jenjang dasar hingga menengah atas mempelajari ekosistem gambut sebagai upaya meningkatkan kesadaran mereka menjaga tanah organik tersebut dengan baik dan mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Profesor Supiandi Sabiham, guru besar ilmu tanah Institut Pertanian Bogor yang menjadi salah satu pemateri dalam kegiatan yang digelar di Kabupaten Siak, Riau, Selasa itu mengatakan generasi muda memainkan peranan penting dalam menjaga keberlanjutan gambut dan kegiatan budidaya pertanian di masa mendatang.
"Kita harus melibatkan dan mengedukasi anak kita bagaimana mengelola gambut dengan baik. Sehingga bisa melanjutkan perjuangan dalam menjaga dan memperbaiki bumi dengan masa depan yang akan datang," katanya.
Pencegahan selama ini dia sebut masih lemah dalam mengatasi kebakaran di lahan gambut. Untuk itu, dia mengatakan upaya edukasi ini diharapkan sebagai salah satu bentuk pencegahan sedini mungkin kepada generasi muda.
Dia menjelaskan kunci utama dalam menjaga dan mengelola lahan gambut adalah sumber air. Mempertahankan tinggi muka air tanah antara 40 cm hingga 60 cm menjadi syarat dalam menjaga gambut tetap sehat dan terbebas dari bencana kebakaran hutan dan lahan.
Baca juga: Temusai Kampung Hijau, sumbangsih desa gambut atasi karhutla
Baca juga: Paludikultur dikembangkan untuk pengelolaan gambut berkelanjutan
Baca juga: Cerita jeruk lemon dan teh bunga telang di gambut Siak
Indonesia, katanya, merupakan salah satu negara tropis dengan lahan gambut terluas di dunia yang mencapai 15 juta hektare. Sementara, Sumatera menjadi Pulau dengan gambut terluas di Indonesia yang mencakup 46 persen diantaranya.
Keberadaan gambut bagi sebagian masyarakat Indonesia dinilai masih sangat awam meskipun tinggal dan tumbuh di atas lahan gambut. Untuk itu, dia menilai sangat penting bagi masyarakat, terutama generasi muda untuk mulai mengenal gambut sebagai bagian dari hidup mereka.
Profesor Supiandi yang juga Ketua Umum Himpunan Gambut Indonesia dalam "Gambut Talkshow dan Expo" yang diselenggarakan anak perusahaan PT Astra Agro Lestari (Tbk), PT Kimia Tirta Utama (KTU) di Kabupaten Siak mengatakan dengan manajemen yang baik maka gambut bisa menjadi aset. Gambut bisa digunakan untuk berbagai budidaya baik perkebunan sawit, tanaman industri hingga hortikultura.
"Gambut merupakan aset nasional dan jika dikelola dengan baik bisa memiliki fungsi budidaya. Bisa untuk sawit, akasia, sawah dan tanaman lainnya. Biasanya sawit dan akasia butuh gambut yang dalam dan tebal dan tentu sudah diizinkan untuk di buka," katanya.
Baca juga: Lahan gambut di sekitar area sumur minyak di Siak terbakar
Baca juga: Siak jadi tuan rumah Jambore Gambut 2020
Selain itu, dia juga mencontohkan bahwa PT KTU yang memiliki 2.200 hektare perkebunan sawit dan telah ditanami gambut menjadi contoh pengelolaan gambut sehat. Setiap bidang tanam dilengkapi dengan sistem pengairan yang baik serta terdapat alat ukur tinggi muka air.
Sejumlah siswa yang mengikuti kegiatan tersebut tampak antusias mempelajari gambut. Mereka yang awalnya mengaku tidak terlalu mengenal gambut kini lebih paham dalam upaya mengelola tanah yang terbentuk dari pembusukan tanaman tersebut.
Ferianus Laoli, salah satu siswa SMP mengatakan selama ini dia mengenal gambut hanya penyebab kebakaran. Padahal, menurut dia gambut menjadi aset penting nasional yang bisa dikelola dengan baik. "Selama ini saya hanya tahu kebakaran di lahan gambut. Tapi ternyata, itu disebabkan oleh ulah manusia yang sengaja membakar," ujarnya.
Talkshow dan Expo Gambut itu turut dihadiri Santobri dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), Deasy Efnidawesti dari Badan Restorasi Gambut (BRG) serta tokoh masyarakat Siak.*
Baca juga: KLHK targetkan restorasi gambut 2 juta ha 2030 sukses 90 persen
Baca juga: "Siak Hijau", sumbangsih Indonesia kurangi perubahan iklim dunia
Baca juga: Karhutla Dumai dan Siak berkurang signifikan karena restorasi
Pewarta: Anggi Romadhoni
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019