Salah seorang korban First Travel, Asro Kamal Rokan menolak hasil lelang harta kekayaan pemilik travel itu diserahkan ke negara."Kami yang dirugikan, mengapa negara yang diuntungkan. Kami tidak dapat menerimanya. Semestinya hasil lelang diperuntukkan bagi jamaah," kata Asro Kamal Rokan.
"Kami yang dirugikan, mengapa negara yang diuntungkan. Kami tidak dapat menerimanya. Semestinya hasil lelang diperuntukkan bagi jamaah," kata Asro, di Jakarta, Jumat.
Asro dan keluarganya, sebanyak 14 orang, menjadi korban First Travel dengan kerugian sekitar Rp160 juta.
"Keputusan pengadilan melelang harta kekayaan pemilik First Travel untuk diserahkan ke negara sangat menyakitkan kami," ujar Asro.
Baca juga: LPSK: korban First Travel belum diperhatikan
Asro mengatakan negara seharusnya malu dan menolak menerima dana dari keringat jamaah korban First Travel.
"Tidakkah negara berfungsi melindungi rakyat, bukan justru mengambil keuntungan dari penderitaan rakyat," kata Asro pula.
Ia pun tidak terima dengan pernyataan Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Jawa Barat, Yudi Triadi agar jamaah First Travel mengikhlaskan uangnya karena pahala umrah sudah diterima.
"Pernyataan jaksa soal diikhlaskan dan pahala sudah diterima itu tidak mewakili aspirasi kami. Jaksa tidak berhak mewakili suara kami untuk membenarkan keputusan melelang untuk negara. Sejak kapan jaksa bersikap sebagai pemberi fatwa, tidakkah mereka bicara atas nama hukum dan keadilan," ujar Asro lagi.
Pernyataan senada dikemukakan pengacara korban First Travel TM Luthfi Yazid.
Baca juga: Kejagung berupaya aset First Travel dikembalikan kepada para korban
Menurut dia, semestinya kajari membantu mencarikan solusi agar uang jamaah dapat dikembalikan atau mereka dapat diberangkatkan ke Tanah Suci.
Ia pun menyinggung Surat Keputusan Menteri Agama No.: 589 Tahun 2017 yang menyebutkan bahwa uang jamaah harus dikembalikan seluruhnya atau jamaah diberangkatkan.
"Jadi, kalau aset First Travel kemudian dilelang oleh kajari dan diserahkan kepada negara, maka ini namanya ilegal," ujarnya lagi.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019