Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menginginkan adanya kerjasama dengan lembaga-lembaga serupa dan terkait di Denmark dalam upaya menanggulangi radikalisme dan ekstremisme yang melibatkan kekerasan atau violent extremism.
Pernyataan tersebut dikatakan oleh Deputi Bidang Kerjasama Internasional dari BNPT, Andhika Chrisnayudhanto, saat dijumpai usai mengisi acara seminar bertajuk ‘Countering and Preventing Violent Extremism and Radicalization – A Danish Perspective’ yang digelar oleh Kedutaan Besar Denmark di Jakarta, Rabu.
“Dengan Denmark kita bisa petik pelajarannya, sebagai contoh mereka punya program pencegahan kejahatan dari tahun 1970, bagaiaman mereka mengubah menjadi apa yang disebut dengan preventing extremism and radicalization, jadi ini hal-hal yang sama juga dialami oleh Indonesia,” katanya.
Andhika menyebut meski terdapat sejumlah perbedaan signifikan antara Denmark dan Indonesia, seperti jumlah penduduk dan produk domestik bruto, tetap ada sejumlah kesamaan, terutama terkait radikalisme, dan kedua negara dapat saling belajar dari satu sama lain.
Baca juga: Kepala BNPT-Menko Polhukam bahas upaya mereduksi radikalisme
“Walaupun semua upaya yang kita lakukan di Inodnesia tetap harus disesuaikan dengan konteks lokalnya,” katanya.
Dia pun berharap agar kedua negara dapat mencapai kesepakatan untuk bekerjasama menangani radikalisme melalui penandatangan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU).
Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Denmark untuk Indonesia, Rasmus Abildgaard Kristensen, mengatakan saat membuka acara seminarbahwa Indonesia dan Denmark menghadapi berbagai permasalahan yang sama, termasuk kombatan (Foreign Terrorist Fighter/ FTF) dan mantan simpatisan ISIS .
Dia menjelaskan jumlah FTF asal Denmark sejak tahun 2012 menjadi yang terbanyak dibandingkan dengan negara-negara Eropa Barat lainnya.
Oleh sebab itu, negara Nordik itu harus terus mencari model upaya pencegahan terkait ekstremisme. Dia pun mengatakan bahwa cara yang kini diterapkan oleh Denmark telah mendapatkan perhatian dari negara-negara lain.
Baca juga: Tanggapan Kepala BNPT soal radikalisme di BUMN
“Itulah mengapa penting bagi kita untuk berbagi pengalaman. Seminar ini ditujukan untuk belajar dari satu sama lain dan menjajaki kerjasama dalam penanggulangan ekstremisme dengan kekerasan dan radikalisasi,” kata Dubes Rasmus.
Baca juga: Dubes Denmark minta saran PBNU atasi radikalisme
Seminar tersebut mengahadirkan sejumlah pembicara, termasuk Direktur dan Wakil Direktur Pusat Pencegahan Ekstremisme Nasional Denmark, Karin Ingemann dan Stine Strohbach, Konsultan untuk unit pencegahan terorisme dan ekstremisme kekerasan Kopenhagen VINK, Muhammad Ali Hee, Direktur Institute for Policy Analysis and Conflict Sidney Jones, Deputi Bidang Kerjasama Internasional BNPT, Andhika Chrisnayudhanto, Kriminolog Leopold Sudaryono, dan dosen dari Sekolah Hukum Jentera, Bivitri Susanti.
Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019