Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik, menegaskan Kementerian Dalam Negeri tidak pernah menggagas atau mendorong kepala daerah kembali dipilih DPRD. Pemilihan kepala daerah oleh DPRD tingkat II atau I dilakukan pada masa Orde Baru berkuasa.
"Kami tidak pernah mendorong oleh DPRD yang kami katakan buatlah Pilkada langsung yang asimetris," kata Malik di Jakarta, Rabu.
Kemudian, pilkada asimetris pun juga bukan digagas Kementerian Dalam Negeri, sebenarnya Indonesia sudah menggunakan model pilkada ini dari sebelumnya.
Baca juga: DPR RI gelar Forum Legislasi bahas Pilkada Langsung, apa masalahnya?
Baca juga: Ganjar: Pilkada dipilih DPRD rawan jual beli
Baca juga: Dedi Mulyadi kritik wacana Pilkada kembali ke DPRD
"Sudah berjalan, bukan kami yang mengusulkan, sekarang sudah asimetris kok, coba lihat Jogja, bedakan," kata dia.
Hanya saja, menurut dia, pilkada yang sudah berjalan asimetris itulah yang perlu diperluas guna mengakomodasi kebutuhan daerah yang berbeda-beda.
"Jangan membuat aturan itu mudahnya saja, tapi seharusnya bisa mendorong demokrasi hidup sesuai dengan kondisi kedaerahan masing-masing, coba lihat sekarang regulasi Peraturan KPU, Bawaslu-nya sama semua, simetris. Yang kami katakan asimetrisnya di situ," ucapnya.
Pilkada langsung dengan metode asimetris itu kata dia tidak menyamakan kebutuhan masing-masing daerah dalam memilih kepala daerah, pilkadanya berbeda antara daerah kepulauan dengan daratan, daerah dengan kota.
"Bagaimana konsepnya, tunggu saja sedang kami siapkan tidak untuk 2020, sepertinya 2024, karena tahapan sudah mulai," ujarnya.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019