"Jumlah guru madrasah itu ratusan ribu, belum lagi guru mengaji di masjid dan musala yang banyak sekali. Mereka rata-rata luput dari perhatian negara karena bergerak di sektor swasta,” ujar Fathan Subchi, di Jakarta, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan nasib guru madrasah dan mengaji di Tanah Air selama ini masih dipandang sebelah mata. Mereka dinilai sebagai pengejar pahala, sehingga tidak perlu diperhatikan kebutuhan materinya.
Baca juga: Guru madrasah perlu mendapat perhatian lebih
Padahal, kata Fathan, mereka sama seperti guru-guru lain di sekolah-sekolah formal yang mempunyai tanggungan keluarga dan membutuhkan kesejahteraan materi.
"Kondisi ini berlangsung sejak lama dan hingga sekarang perhatian kepada nasib para guru madrasah dan guru mengaji relative belum ada perubahan,” tambah dia.
Fathan mendesak agar pemerintah segera membuat aturan pelaksanaan terkait Undang-Undang Nomor 18/2019 tentang Pesantren.
Menurut dia, perbaikan nasib guru madrasah maupun guru mengaji akan lebih mudah direalisasikan jika sudah ada aturan pelaksanaan UU Pesantren.
"Dalam UU Pesantren terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang keharusan negara untuk memperhatikan pengembangan pesantren termasuk di dalamnya guru madrasah dan guru ngaji,” kata dia lagi.
Politisi asal Jawa Tengah berharap momentum Hari Guru menjadi pengingat bahwa para guru bukan hanya mereka yang mengajar di lembaga-lembaga formal, tetapi mereka yang juga mengajar di lembaga-lembaga informal. Dengan pemaknaan guru yang lebih luas, maka upaya untuk meningkatkan kualitas guru bisa dilakukan dengan lebih adil.
"Kita sepakat bahwa di tangan para guru inilah masa depan anak didik akan ditentukan. Oleh karena itu jangan ada dikotomi antara guru negeri, swasta, madrasah, atau agama sehingga ketika kita bicara upaya memperbaiki kualitas guru, maka mereka semua harus diperjuangkan bersama," cetus dia.
Baca juga: Tunjangan kinerja guru madrasah dibayar tahun depan
Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019