"Di mana lagi kontrol masyarakat kalau kemudian Amdal dihapuskan. Tidak ada lagi proses konsultasi publik untuk meminta masukan atau memberikan komplain dari masyarakat atas aspek atau dampak dari pembangunan tersebut," ujar Edo dalam konferensi pers yang diselenggarakan di kantor eksekutif WALHI di Jakarta Selatan pada Senin.
Sebelumnya, pemerintah lewat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mewacanakan penghapusan izin mendirikan bangunan (IMB) dan Amdal di tengah usaha untuk mendorong peningkatan investasi masuk ke Indonesia.
Baca juga: Walhi sebut regulasi lingkungan bukan penghambat investasi
Baca juga: WALHI minta pemerintah kaji ulang wacana penghapusan IMB dan Amdal
Menurut Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil wacana itu digulirkan bertujuan untuk agar rakyat lebih mudah mengakses dan mempercepat pembangunan, selain membantu penciptaan lapangan pekerjaan lebih cepat oleh investor.
Manajer Advokasi Tata Ruang dan GIS WALHI Achmad Rozani mengatakan Amdal adalah salah satu instrumen yang efektif dengan catatan ada kontrol ketat dan memiliki waktu yang lebih panjang, selain tentu saja melibatkan partisipasi warga yang luas dalam konsepnya.
Baca juga: Penghapusan IMB dan AMDAL harus dikaji ulang
Baca juga: LAPAN gandeng Universitas Cenderawasih susun amdal bandar antariksa
Dalam praktik yang benar jika ada masyarakat yang tidak menyetujui adanya proyek pembangunan di daerah mereka, seharusnya tidak dipaksakan pengesahan dokumen Amdal tersebut. Jika tidak berjalan sebagaimana konsepnya, ujar dia, maka ada yang salah dan harus diperbaiki bukannya dihapus seperti rencana pemerintah.
"Ketidakefektifan AMDAL karena konteks keberpihakan kita yang bermasalah. Political will memang masih lemah dalam konteks bagaimana berpihak pada lingkungan," ujar Achmad.
Baca juga: Dedi Mulyadi: Rencana menghilangkan Amdal dan IMB keliru
Baca juga: Menteri ATR jelaskan proses penghapusan IMB dan Amdal
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019