Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly menyatakan akan menyempurnakan 14 isu dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang masih menjadi kesalahpahaman di masyarakat.Jadi memang kita harus kembali satu tahap untuk menyelesaikann beberapa pasal krusial, ujarnya
"Tentu kita harus menyiapkan diri menyempurnakan beberapa hal yang perlu kita selesaikan yang berkembang di masyarakat, ada 14 isu," kata Yassona dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Namun Yassona tidak menjelaskan 14 isu yang masih menjadi kesalahpahaman di masyarakat.
Baca juga: Komisi III usulkan RKUHP masuk Prolegnas 2020
Menurut dia, ada beberapa substansi yang perlu dibicarakan ulang, namun saat ini posisinya sudah disahkan di tingkat 1 atau di Komisi III DPR.
"Jadi memang kita harus kembali satu tahap untuk menyelesaikann beberapa pasal krusial," ujarnya.
Dia mengatakan, pemerintah dan DPR akan membahas pasal mana yang salah pengertian dan mana yang sudah benar secara substansi.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) meminta masukan dari masyarakat terkait 12 pasal dalam RKUHP yang sebelumnya mendapatkan sorotan dari publik.
Baca juga: Baleg minta masukan masyarakat terkait 12 pasal dalam RKUHP
Ke-12 pasal tersebut yaitu, pertama, Pasal 2 tentang hukum yang hidup dalam masyarakat, yang menyebutkan (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam undang-undang ini.
(2) Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam undang-undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.
Kedua, Pasal 218 terkait penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, khususnya di ayat (1). Bunyi Pasal 218 ayat (1) adalah:
(1) Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Baca juga: Dewan Pers: RKUHP sebaiknya tidak ditunda tapi dicabut
Ketiga dan keempat yaitu Pasal 240 dan 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah.
Bunyi Pasal 240 adalah Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Pasal 241 disebutkan, Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Kelima, Pasal 252 tentang kepemilikan kekuatan gaib untuk melakukan tindak pidana. Bunyi Pasal 252 itu ialah ayat (1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Ayat (2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).
Keenam, Pasal 278 tentang pembiaran unggas, yang disebutkan Setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
Ketujuh, Pasal 414 tentang mempertunjukkan alat kontrasepsi, yang disebutkan Setiap orang yang secara terang- terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada Anak dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.
Baca juga: Bamsoet: DPR-pemerintah agar serap aspirasi masyarakat perbaiki RKUHP
Kedelapan, Pasal 417 tentang perzinahan, disebutkan adalah:
(1) Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda kategori II.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orangtua, atau anaknya.
Kesembilan Pasal 418 tentang kohabitasi atau hidup bersama, yang berbunyi adalah:
(1) Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Baca juga: Praktisi: RKUHP tanpa mental kuat aparat akibatkan korupsi lebih besar
Kesepuluh, Pasal 432 tentang penggelandangan yaitu
Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.
Ke-11 yaitu Pasal 470 tentang aborsi yaitu (1) Setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Dan ke-12, Pasal 604 tentang tindak pidana korupsi yang menyebutkan, Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori IV.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019