Kementerian Perdagangan memastikan ekspor produk makanan dan minuman dengan blusukan di Korea Selatan sebagai upaya memfasilitasi perdagangan untuk eksportir yang menemukan masalah atau kendala ekspor ke Korea Selatan.
Fasilitasi perdagangan ini bertujuan menemukan solusi sehingga dapat memperlancar proses ekspor. Apalagi, Indonesia dan Korsel tengah menuju penandatanganan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (IK-CEPA).
“Kementerian Perdagangan berkomitmen memfasilitasi para eksportir Indonesia yang menemukan berbagai kendala saat melakukan ekspor. Kendala tersebut bisa berasal dari Indonesia atau negara tujuan ekspor. Dengan fasilitas ini, kami harapkan ekspor ke negara-negara tujuan akan menjadi lancar dan cepat saat IK-CEPA mulai berlaku,” kata Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kemendag Ari Satria lewat keterangannya di Jakarta, Jumat.
Hal ini dikemukakan Ari Satria usai mengunjungi perusahaan importir Hanapia Co.,Ltd di Gimhae.
Blusukan ke importir itu merupakan bagian dari rangkaian misi dagang Menteri Perdagangan RI ke Korsel yang berlangsung pada 27-28 November 2019.
Turut mendampingi kunjungan lapangan tersebut, Kepala Biro Humas Olvy Andrianita dan Kepala Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Busan Ni Made Kusuma Dewi.
Dalam kunjungan tersebut, Kementerian Perdagangan mendapatkan masukan dari Hanapia mengenai kendala dalam proses impor produk-produk dari Indonesia ke Korea Selatan, terutama makanan dan minuman (mamin), baik dari produsen besar maupun produksi usaha kecil dan menengah (UKM).
“Hal ini penting sebagai langkah awal identifikasi kendala yang terjadi di lapangan bagi dunia usaha,” imbuhnya.
Menurut pemilik Hanapia Jae Yeon Hwang, sejumlah tantangan dan kendala yang ditemui di antaranya kualitas produk yang perlu memenuhi standar keamanan produk pangan olahan Korsel, standar halal Korsel, standar ISO; serta adanya penggunaan bahan dalam produk mamin yang tidak familiar bagi bangsa Korea, seperti cincau.
Selain itu, lanjutnya, perbedaan logo sertifikasi halal dari berbagai daerah Indonesia ternyata juga dapat menjadi kendala proses masuknya mamin Indonesia ke Korsel.
Menanggapi hal tersebut, Ari menyampaikan, hal yang bisa dilakukan salah satunya yaitu dengan melakukan diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion/FGD) dengan para pemangku kepentingan terkait untuk menyampaikan kendala yang ditemukan sekaligus langkah penyelesaian kendala tersebut.
“Kendala yang dihadapi akan berbeda di negara lain dan dengan komoditas lain. Sehingga diperlukan sinergi baik di dalam Kemendag maupun dengan Kementerian/Lembaga dan para pemangku kepentingan terkait,” ujar Ari.
Kendala lainnya adalah produsen Indonesia yang tidak siap memasok produk maminnya, sehingga pada saat ada permintaan dari importir, stok tidak tersedia. Menanggapi hal ini, Ari mengimbau agar produsen yang sudah menawarkan produknya ke importir bisa menyediakan pasokan secara kontinu agar ekspor tetap terjaga.
“Akan sangat disayangkan jika produk tersebut sudah mulai dikenal dan diminati masyarakat Korsel, namun ketika ada permintaan order selanjutnya, produsen itu tidak memiliki stok. Hal ini perlu menjadi perhatian para eksportir dan produsen Indonesia agar ekspornya bisa terjaga,” jelas Ari.
Baca juga: Mendag: Perjanjian kemitraan RI-Korsel tingkatkan ekspor dan investasi
Baca juga: Selesainya negosiasi IK-CEPA tonggak penting hubungan Indonesia-Korsel
Baca juga: Menperin sebut IK-CEPA permudah rantai nilai industri
Baca juga: Dubes RI optimistis perundingan IK-CEPA rampung November 2019
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019