"Jangan dikucilkan. Semua anak punya kelebihan dan kekurangan tinggal kita yang mengarahkan mereka," kata Sri Mulichati, orang tua penyandang disabilitas yang ditemui di Jakarta, Senin.
Sri yang juga anggota Portadin mengatakan, memiliki anak dengan IQ rendah tidak serta merta membuat dia mengucilkan Fauzi, sebaliknya Sri menerima dengan lapang dada.
Baca juga: Kafe tunanetra hingga klub sepakbola amputasi ramaikan pameran HDI
"Justru kita jadi belajar. Alhamdulillah Fauzi tumbuh menjadi anak yang mandiri," tambah dia.
Bahkan Fauzi berprestasi di bidang olahraga sejak kecil dan saat ini di usianya yang ke 26, ia mampu bekerja.
"Anaknya mau melakukan apa saja mulai dari parkir, cuci motor sampai ojek online, saya biarkan saja agar dia mandiri dan menjadi bekal dia di kemudian hari," ujar Sri.
Begitu pula dengan Nurhidayati yang memilik anak berusia 22 tahun dengan kondisi yang sama seperti Sri.
Baca juga: Indonesia dinilai progresif berikan fasilitas setara bagi disabilitas
"Anak itu titipan Tuhan yang harus kita jaga dan sayangi. Semua anak punya keunikan tersendiri," kata Nurhidayati yang juga Bendahara Umum Portadin.
Nurhidayati bahkan sudah mempersiapkan diri karena anaknya mengalami gangguan pertumbuhan sejak dalam kandungan.
Namun berkat perhatian dan kasih sayang, anaknya yang sebelum lahir divonis tidak akan bisa berbicara oleh dokter, dengan terapi rutin dan ketelatenan bisa berbicara dan aktif.
Menurut Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD) Kementerian Sosial Margowiyono, pengasuhan yang paling tepat adalah dalam keluarga. Selama ini masih ada keluarga yang mengucilkan anak dengan kebutuhan khusus karena malu atau tidak menerima kondisi yang berbeda, padahal mereka membutuhkan perhatian sama seperti anak lainnya.
Baca juga: Indonesia komitmen wujudkan inklusi disabilitas
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019