Sebanyak tiga permohonan uji materi terhadap UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK akan dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH).Tiga perkara, 70, 71 dan 73 sudah disampaikan masing-masing pemohon. Tugas panel melaporkan ke rapat permusyawaratan hakim (RPH). Apa pun yang diputuskan RPH akan disampaikan kepada Saudara melalui kepaniteraan
Perkara yang akan dibahas dalam RPH adalah nomor 70/PUU-XVII/2019 yang diajukan rektor serta sejumlah dosen Universitas Islam Indonesia (UII), 71/PUU-XVII/2019 yang diajukan delapan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia serta 73/PUU-XVII/2019 oleh dua mahasiswa yang ingin bergabung dengan KPK setelah lulus.
"Tiga perkara, 70, 71 dan 73 sudah disampaikan masing-masing pemohon. Tugas panel melaporkan ke rapat permusyawaratan hakim (RPH). Apa pun yang diputuskan RPH akan disampaikan kepada Saudara melalui kepaniteraan," ujar Hakim Konstitusi Aswanto yang memimpin sidang perbaikan permohonan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin.
Baca juga: KPK respons uji materi revisi UU KPK tidak diterima
Untuk perkara 70/PUU-XVII/2019, pemohon mengajukan uji formil serta uji materiil.
Untuk uji materiil, yang dipersoalkan adalah Pasal 1 angka 3, Pasal 3, PAsal 12B, Pasal 24, PAsal 45 angka 3 huruf A, Pasal 37B ayat (1) huruf b, Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 47 yang dinilai menyebabkan KPK tidak independen dalam menjalankan tugasnya karena berada di bawah bayang-bayang eksekutif.
Baca juga: Penggugat revisi UU KPK akan lapor ke Dewan Etik
Sementara pemohon perkara 71/PUU-XVII/2019 mempersoalkan eksistensi Dewan Pengawas KPK yang dinilai melemahkan pemberantasan korupsi, penyadapan, kewenangan SP3, tiadanya perwakilan KPK di daerah, nihilnya kewenangan KPK menangani perkara tindak pidana pencucian uang serta pimpinan KPK harus lepas dari jabatan pada lembaga lain.
Terakhir, dua pemohon perkara 73/PUU-XVII/2019 menyebut mendapat kerugian konstitusional dari Pasal 43A ayat (1) huruf a, b, c, d yang mengatur penyelidik KPK dapat berasal dari kepolisian, kejaksaan, instansi pemerintah dan/atau internal KPK.
Pemohon menyebut pasal tersebut mengandung diskriminasi terhadap masyarakat umum yang ingin mendaftar menjadi penyelidik KPK.
Baca juga: Pemohon ungkap alasan gugat revisi UU KPK sebelum diundangkan
Baca juga: Tiga gugatan revisi UU KPK yang tak serupa
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019