Pengacara Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) nonaktif Nurdin Basirun, Andi M Asrun, berharap sidang perdana kliennya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu (4/12), tidak ada pengerahan massa untuk mengambil keuntungan politik dengan cara mengambil kesempatan mencari dukungan dalam Pilkada Kepri 2020.Pengerahan massa untuk kepentingan dukungan politik sebaiknya tidak dilakukan. Tindakan demikian akan menyulitkan posisi hukum Pak Nurdin, karena pengerahan massa dapat dipersepsi sebagai perlawanan terhadap KPK
"Pengerahan massa untuk kepentingan dukungan politik sebaiknya tidak dilakukan. Tindakan demikian akan menyulitkan posisi hukum Pak Nurdin, karena pengerahan massa dapat dipersepsi sebagai perlawanan terhadap KPK," kata Asrun dalam pesan singkatnya ke ANTARA di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan perjuangan untuk meraih kekuasaan politik tidak dengan cara-cara machiavelistis atau menghalalkan segala cara.
Baca juga: Pengamat: Kasus Nurdin Basirun turunkan gairah kerja OPD
"Rakyat Kepri pasti akan memilih 'politisi pro-rakyat dan matang kemampuan manajemen pemerintahan', bukan politisi kemarin sore," ucapnya.
Asrun mengatakan jika mau memberikan dukungan kepada Nurdin cukup berdoa di masjid dari Kepri.
"Pengerahan massa untuk mencari dukungan politik dicemaskan menjadi chaos dan mengacaukan sidang besok," tuturnya.
Asrun mengatakan, selama ini perjuangan hukum dilakukan pengacara saja, karena jangan sampai ada "Pihak Ketiga atau Calon Gubernur Kepri 2020" mengolah sidang besok seolah-olah menjadi "dewa penyelemat kasus Pak Nurdin".
"Imbauan saya berhenti bersikap berbaik-baik dengan Pak Nurdin, karena sesungguhnya adalah musuh politik beliau," ujarnya.
Baca juga: Penahanan Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun diperpanjang
Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun, terjerat dalam kasus suap penerbitan izin reklamasi di Tanjung Piayu, Kota Batam, dijadwalkan menjalani sidang perdananya, Rabu (4/12) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Mahkamah Agung menetapkan sidang dilaksanakan di Tanjungpinang, untuk mencegah munculnya situasi yang tidak kondusif dari massa pendukung Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun.
Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) 2016-2021 Nurdin Basirun (NBA) bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018/2019.
Baca juga: Inspektorat: Pemda tidak bayar pengacara Nurdin Basirun
Sebagai pihak yang diduga penerima suap dan gratifikasi, Nurdin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selanjutnya, sebagai pihak yang diduga penerima suap Edy dan Budi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi Abu Bakar disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Sidang perkara korupsi Nurdin Basirun digelar di Jakarta Pusat
Baca juga: Plt Gubernur Kepri siap diperiksa KPK terkait kasus Nurdin Basirun
Baca juga: Nelayan penyuap Gubernur Kepri dituntut 2 tahun penjara
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019