Tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sejumlah pegiat antikorupsi mengajukan uji formil terhadap Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.ni merupakan permohonan pengujian formil Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK
"Ini merupakan permohonan pengujian formil Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK," ujar kuasa hukum pemohon Feri Amsari dalam sidang pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin.
Pemohon mempertanyakan keabsahan secara prosedural pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut lantaran tidak sesuai dengan asas pembentukan perundang-undangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.
Baca juga: Tiga gugatan revisi UU KPK dibahas dalam RPH
Feri Amsari menyebut kuorum tidak terpenuhi saat rapat sidang paripurna mengenai UU Nomor 19 Tahun 2019.
"Dalam catatan kami, setidak-tidaknya tercatat 180-an anggota DPR yang tidak hadir dan menitipkan absennya sehingga seolah-olah terpenuhi kuorum sebesar 287 hingga 289 anggota dianggap hadir dalam persidangan itu," ujar Feri.
Pemohon mengklaim sebagian besar anggota melakukan penitipan absen atau secara fisik tidak hadir dalam persidangan sehingga tidak sesuai dengan ketentuan tata tertib DPR.
"Oleh karena itu, kami merasa tindakan anggota DPR membiarkan titip absen itu merusak segala prosedural pembentukan perundang-undangan sehingga aspirasi publik yang semestinya terwakili dari kehadiran mereka, menjadi terabaikan," tutur dia.
Baca juga: KPK respons uji materi revisi UU KPK tidak diterima
Pemohon juga menyoal tidak dilibatkan dalam pembahasan revisi UU KPK. Pemerintah hanya diwakili Menteri Hukum dan HAM serta Menteri PAN-RB dalam pembahasan dengan DPR.
Untuk itu, pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum yang mengikat.
Selain itu, juga menyatakan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, mengalami cacat formil dan cacat prosedural sehingga tidak dapat diberlakukan dan batal demi hukum.
Baca juga: Penggugat revisi UU KPK akan lapor ke Dewan Etik
Baca juga: Pemohon ungkap alasan gugat revisi UU KPK sebelum diundangkan
Baca juga: Koalisi masyarakat diskusi dengan pimpinan dampak UU KPK revisi
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019