Dia mengatakan rencana Kartu Prakerja ini seakan memberi kabar baik bagi pencari kerja di Indonesia.
"Oleh sebab itu jangan sampai terjadi kisruh seperti BPJS, di mana banyak orang yang seharusnya masuk sebagai penerima bantuan iuran tapi tidak masuk," kata dia.
Netty pun mengingatkan agar pemberian program pelatihan dan pembekalan kerja melalui Balai Latihan Kerja (BLK) dioptimalkan.
Baca juga: Ekspektasi terhadap kartu prakerja sangat besar, kata Menaker
Menurut Netty, kondisi BLK di daerah beragam, ada yang mati suri, ada yang tinggal papan namanya saja.
Oleh karena itu harus ada program revitalisasi BLK, termasuk bagaimana menajamkan orientasi BLK. Jangan sampai juga pelatihan di BLK tidak sesuai dengan kebutuhan industri yang ada.
Menurut dia pelatihan yang diberikan harus bisa merespons perkembangan revolusi 4.0. dan kebutuhan era disrupsi.
"Persoalannya bukan hanya keahlian pencari kerja, tapi juga keberadaan lowongan kerja yang sesuai dengan keahlian itu," kata Netty.
Pemerintah harus dapat menyediakan lapangan pekerjaan sesuai dengan pelatihan dari peserta Kartu Prakerja.
"Program Kartu Pra-Kerja pun kan masih menjadi polemik di DPR tentang lembaga yang bertanggung jawab atas program ini dan mekanisme pengawasannya. Nah, leading sectornya Kemenaker atau Kemenko Perekonomian. Seharusnya Kemenaker yang secara teknis mengurusi pekerja dan jadi mitra DPR RI, bukan Kemenko Perekonomian," ucap dia.
Netty juga mengingatkan kembali soal defisit APBN yang bisa melebar mengingat defisit BPJS Kesehatan belum ada solusi jitu.
"Belum lagi BUMN banyak yang merugi, tenaga honor pemerintah masih banyak yang belum jelas sumber penggajiannya, bahkan hutang negara kepada asing semakin melambung. Jangan sampai wacana kartu pra kerja ini hanya jadi angin segar sejenak bagi pencari kerja dan akhirnya hanya menjadi isapan jempol," ucap dia.
Baca juga: Program Kartu Prakerja akan disesuaikan dengan kebutuhan industri
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019