Ia menyebut data penerima Kartu Prakerja harus mampu menunjukkan siapa penerimanya, di mana domisilinya, hingga rekam jejak dan kebutuhan dari penerima kartu tersebut.
“Misalnya bagi mereka yang di-PHK, di perusahaan mana di-PHK-nya, dan apa yang dibutuhkan, up-skilling atau re-skilling,” kata Andy.
Lebih dari itu, pemerintah harus menentukan mitra untuk menyalurkan para penerima kartu tersebut.
Baca juga: Legislator: Harus ada arah jelas penerima Kartu Prakerja
Pihaknya menyarankan mitra yang diajak kerja sama ini bisa melalui Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang keanggotaannya tercatat di Kementerian Ketenagakerjaan atau Dinas Ketenagakerjaan Provinsi dan Kabupaten Kota.
Mitra juga bisa dilakukan dengan lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang terdaftar di Kemnaker atau dengan melibatkan Dinas Tenaga Kerja Provinsi, Kabupaten Kota dengan mekanisme Dana Dekonsentrasi.
“Intinya pemerintah harus membuat SOP (Standard Operasional Prosedur) agar penyalurannya tepat sasaran, terukur dan hasilnya dapat dipergunakan oleh dunia industri,” ucap dia.
Hal ini penting karena tujuan kartu Prakerja adalah untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi para pekerja termasuk mereka yang di-PHK agar dapat kembali bersaing untuk memasuki dunia kerja baru.
Untuk itu penyaluran Kartu Prakerja perlu dipantau penggunaannya agar tidak menjadi lahan korupsi baru oleh oknum tertentu.
“Untuk sektor informal perlu juga disasar, dengan catatan masih usia produktif untuk masuk dunia kerja,” ucap dia.
Tak hanya pekerja informal, KSBSI juga berharap penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan yang sama untuk meningkatkan kemampuannya.
Baca juga: Program Kartu Prakerja akan disesuaikan dengan kebutuhan industri
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019