"Bagaimana setelah itu data dilindungi," kata Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, saat ditemui di acara Kumpul Media Huawei di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Jumat.
Heru menilai sistem registrasi kartu SIM yang sudah beberapa bulan berjalan ini tidak sepenuhnya lancar, terbukti masih ada konsumen yang mengeluh mendapatkan SMS sampah dari nomor-nomor yang berbeda.
Facial recognition atau pengenal wajah merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sistem registrasi kartu SIM prabayar. Heru mencontohkan bidang perbankan yang sudah menerapkan pengenal wajah untuk nasabahnya.
Cara pengumpulan data wajah pun dapat dilakukan melalui jarak jauh, konsumen tidak perlu datang langsung ke gerai melainkan bisa melalui aplikasi. Salah satu contoh teknologi pengenal wajah yang sudah digunakan di Indonesia misalnya foto diri sambil memegang KTP.
Pemerintah menurut Heru perlu menegaskan di mana data masyarakat disimpan, terkait registrasi kartu SIM prabayar yang menggunakan teknologi pengenal wajah, apakah di pemerintah atau operator seluler.
"Saya lebih cenderung datanya disimpan di pemerintah," kata Heru.
Pemerintah wajib menjamin data-data tersebut tidak akan disalahgunakan maupun dibagikan ke pihak ketiga.
Heru berpendapat pengenal wajah untuk registrasi SIM bukan hal yang berlebihan, apalagi sudah ada negara lain, China, yang menerapkan sistem registrasi seperti ini.
"Sepanjang itu untuk memudahkan pengguna mendaftar dengan aplikasi yang memang modern sekarang ini, kenapa tidak?" kata Heru.
Heru kembali menegaskan hal terpenting keamanan data pengguna tidak diabaikan, bukan sekedar mendaftar, namun, perlindungan data pribadi tidak terjamin.
Baca juga: San Francisco akan larang teknologi pengenal wajah
Baca juga: Teknologi pengenal wajah banyak dipakai untuk absensi kantor
Baca juga: Registrasi Kartu SIM seluler tidak perlu nama ibu kandung
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2019