"Berarti bahwa setidaknya sembilan pekerja migran dari satu provinsi meninggal di Malaysia setiap bulan," ujar Direktur Eksekutif Tenaganita Glorene A. Das dalam jumpa pers Hari Migran Internasional 2019 di Kantor Tenaganita, Selangor, Malaysia, Selasa.
Turut hadir dalam jumpa pers Manajer Program, Prema Arasan, Manajer Proyek Fajar Santoadi dan Direktur Tenaganita Joseph Paul Maliamauv.
Baca juga: Menaker kunjungi pekerja migran Indonesia di Malaysia
"Demikian pula pada 2018 tercatat ada 95 kematian pekerja migran dari provinsi yang sama," katanya.
Mengingat NTT hanya satu dari 34 provinsi di Indonesia, ujar dia, bukan tidak mungkin ratusan pekerja migran Indonesia meninggal di Malaysia setiap tahun.
"Kebanyakan orang Malaysia sadar akan kehadiran pekerja migran di hampir setiap sektor ekonomi kita, tetapi yang tidak diketahui adalah fakta bahwa ratusan dari mereka meninggal setiap tahun di negara kita," katanya.
Glorene mengatakan statistik komprehensif dan terpusat tentang kematian pekerja migran di Malaysia tidak mudah diakses.
Namun demikian, ujar dia, statistik acak yang tersedia menyajikan gambaran suram dari ketidakpedulian resmi yang memprihatinkan.
Baca juga: Malaysia deportasi 71 pekerja migran bermasalah melalui Entikong
Dalam kasus sekitar 400.000 pekerja asing di Malaysia dari Nepal, ada 322 kematian dilaporkan pada 2018.
"Yang konsisten dengan laporan LSM bahwa hampir setiap hari seorang pekerja migran Nepal pulang dari Malaysia dalam peti mati," katanya.
Menurut berbagai laporan tidak resmi, ada antara 800.000 dan satu juta pekerja migran Bangladesh di Malaysia.
"Pada tahun 2018 jumlah kematian di komunitas ini dilaporkan 736 yaitu rata-rata dua kematian sehari," katanya.
Kematian adalah fakta kehidupan, tetapi jumlah pekerja migran yang meninggal di Malaysia setiap hari memprihatinkan.
"Yang lebih mengganggu adalah fakta bahwa orang Malaysia dan misi diplomatik negara-negara yang sangat ingin 'mengekspor' warganya untuk mendapatkan kiriman uang asing, tampaknya menunjukkan sedikit minat untuk memeriksa penyebab kematian ini dan mencari cara untuk meminimalkan mereka sebanyak mungkin," katanya.
Sayangnya, ujar dia, laporan post mortem yang seharusnya menjadi sumber informasi tentang penyebab kematian patut dipertanyakan.
"Sejumlah besar kematian dikaitkan dengan serangan jantung, bunuh diri dan penyebab yang tidak teridentifikasi," katanya.
Baca juga: Dua jenazah PMI NTT dari Malaysia tidak terdata di BP3TKI
Para pekerja migran yang datang ke Malaysia sebagian besar adalah pria dan wanita muda yang sehat, setelah menjalani pemeriksaan medis di negara mereka sendiri dan lagi di Malaysia.
"Oleh karena itu, jumlah kematian yang tinggi akibat serangan jantung dan 'penyebab yang tidak teridentifikasi' harus dilihat secara kritis," katanya
Dia menanyakan mungkinkah ada penyebab kontribusi lain seperti terlalu banyak bekerja, penanganan bahan beracun, kondisi hidup yang tidak sehat, kurang gizi, stres fisik dan psikologis.
"Dalam kasus-kasus yang lebih jelas seperti kecelakaan, kondisi kesehatan dan keselamatan di tempat kerja harus diselidiki lebih teliti. Sayangnya, tergesa-gesa yang tidak suci dengan mana jenazah dikirim ke keluarga mereka yang berduka atau kadang-kadang bahkan secara diam-diam dimakamkan tanpa laporan resmi," katanya.
Dia mengatakan adalah sebuah dakwaan terhadap ketidakpedulian tak berperasaan dari pemerintah negara pengirim serta otoritas Malaysia terhadap kesejahteraan migran ini.
"Pekerja migran di Malaysia hanya akan memiliki alasan untuk merayakan Hari Migran Internasional jika mereka dapat melihat langkah nyata yang diambil oleh pemerintah Pakatan Harapan (pemerintah koalisi saat ini) untuk memastikan bahwa mereka tidak menjadi korban, mereka dapat menggunakan hak-hak mereka sebagai pekerja dan dapat hidup dan bekerja dengan martabat manusia," katanya.
Pada kesempatan tersebut Tenaganita mengingatkan pesan Menteri Sumber Daya Manusia Kulasegaran.
"Kita perlu memastikan martabat dan perlindungan pekerja domestik dan asing. Bagaimana jika lebih dari satu juta orang Malaysia yang bekerja di luar negeri diperlakukan dalam hal ini ?. Bagaimana perasaanmu jika mereka juga menghadapi perlakuan yang sama?," kata Kulasegaran sebagaimana dikutip Glorene.
Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019