• Beranda
  • Berita
  • Pengamat sebut produk Jiwasraya layaknya investasi skema Ponzi

Pengamat sebut produk Jiwasraya layaknya investasi skema Ponzi

31 Desember 2019 11:40 WIB
Pengamat sebut produk Jiwasraya layaknya investasi skema Ponzi
Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo saat menyampaikan keterangan di Jakarta, Selasa (1/10/2019). ANTARA/Aji Cakti

investasi Ponzi merupakan salah satu modus investasi palsu yang membayar keuntungan investor dari uang mereka sendiri, atau uang dari investor berikutnya

Pengamat ekonomi dan perpajakan, Yustinus Prastowo menilai produk asuransi yang mulai diterbitkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada medio 2012 layaknya produk investasi berskema ponzi.

"Jadi skema ponzinya itu seperti gali lobang tutup lobang dengan cari premi baru untuk bayar keuntungan nasabah dari premi yang lama. Kemudian untuk menunjukkan performa yang bagus, dilakukan 'window dressing' atau poles laporan keuangan dengan premi dimasukkan sebagai pendapatan, bukan juga dicatat sebagai utang," ujar Yustinus di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan skema Ponzi ditandai dengan janji pemberian bunga pasti (fix rate) di angka sembilan persen hingga 13 persen untuk produk JS Saving Plan, dan produk asuransi tradisional dengan bunga hingga 14 persen.

Baca juga: Langkah Erick Thohir atasi Jiwasraya dinilai cukup terbuka dan tepat

Yustinus memaparkan investasi Ponzi merupakan salah satu modus investasi palsu yang membayar keuntungan investor dari uang mereka sendiri, atau uang dari investor berikutnya. Secara gamblang, pembayaran atas investasi bukan dari keuntungan yang diperoleh dari lembaga yang menjalankan bisnis keuangan tersebut.

Sebaiknya, lanjut Yustinus, sebelum menjual produk asuransi dengan iming-iming bunga pasti, direksi lama Jiwasraya bersama regulator lebih dulu menghitung manfaat dan risiko produk secara cermat, agar ke depannya perusahaan tidak mengalami gagal bayar (default) yang akhirnya merugikan investor atau nasabah.

Yustinus menambahkan keadaan semakin runyam ketika produk itu malah dijadikan alat oleh sejumlah pihak untuk melakukan korupsi secara terstruktur dan sistematis, dengan memanipulasi laporan keuangan.

"Produk ini kan beresiko tinggi, apalagi untuk asuransi. Beda kalau nonasuransi mungkin masih bisa ditolerir. Lalu soal pengawasan, kenapa produk ini disetujui," tuturnya.

Baca juga: Atasi persoalan Jiwasraya, Komisi XI DPR sarankan 2 langkah strategis

Menyusul adanya sederet masalah yang sedang terjadi di Jiwasraya, Yustinus pun meminta pemerintah dan penegak hukum untuk menyelesaikan kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan nasabah dan investor terhadap industri keuangan nasional.

"Saya yakin ini sudah terjadi lama dan tidak mungkin korupsi sebesar itu terjadi tiba-tiba. Bahkan mungkin fraud sudah terjadi sebelum 2006. Jadi agak aneh ketika ada pihak yang mengatakan bahwa fraud baru terjadi dalam dua tahun," tegasnya.

Disebutkan, defisit keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga Desember 2019 mencapai angka Rp32 triliun. Selain adanya praktik korupsi yang merugikan perusahaan dan negara lebih dari Rp13,7 triliun, produk asuransi Jiwasraya yang diterbitkan tanpa prinsip kehati-hatian turut menjadi salah satu penyebab terjadinya defisit keuangan BUMN tersebut.

Baca juga: Kementerian paparkan langkah-langkah penyelamatan Asuransi Jiwasraya
Baca juga: Jaksa Agung: Potensi kerugian negara kasus Jiwasraya Rp13,7 triliun

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019