Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyampaikan bahwa pemerintah harus bisa membantah metode yang digunakan Uni Eropa (UE) dalam mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia.Ujungnya pasti isu lingkungan, kita harus bisa menjawab bahwa sawit merupakan energi yang ramah lingkungan
"Ujungnya pasti isu lingkungan, kita harus bisa menjawab bahwa sawit merupakan energi yang ramah lingkungan. Maka itu kita harus bisa membantah metode yang mereka gunakan dalam mendiskriminasikan sawit, itu penting," ujar peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus ketika dihubungi di Jakarta, Rabu.
Ia mengemukakan dalam kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation UE, minyak kelapa sawit masuk ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi.
Baca juga: INDEF tidak anjurkan Indonesia lakukan retaliasi kepada Uni Eropa
Akibatnya, biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan di Uni Eropa, termasuk minyak kelapa sawit Indonesia.
"Dalam kebijakan UE itu, saya melihat ada hal yang sifatnya berbau politis, soalnya mereka juga punya barang yang bisa subtitusi sawit. Salah satunya mereka punya bunga matahari, kedelai, dan rapeseed," katanya.
Padahal, menurut dia, minyak nabati yang dihasilkan dari rapeseed maupun minyak nabati lainnya juga memiliki risiko yang tinggi dibandingkan kelapa sawit.
"Mereka hanya sedang berusaha untuk memproteksi sawit, karena produk mereka sebenarnya kalah kompetitif dengan sawit. Kalau saya lihat produk nabati Uni Eropa harganya mahal dan produktivitasnya juga rendah sementara sawit cukup menjanjikan," ucapnya.
Baca juga: Gugat Uni Eropa di WTO, Gapki nilai posisi Indonesia kuat
Maka itu, Ahmad Heri berharap pemerintah telah mempersiapkan argumen-argumen ilmiah, mulai dari sisi lingkungan hingga ekonomi dalam menghadapi Uni Eropa untuk kebijakan RED II dan Delegated Regulation UE di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
"Peluang menang atau tidak tergantung dari persiapan kita, kita harus mempersiapkan berupa argumen-argumen ilmiah yang dapat dijadikan alat untuk dialog ataupun gugatan," katanya.
Baca juga: RI siap hadapi Uni Eropa terkait sawit di WTO
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menggunakan tim kuasa hukum internasional untuk menghadapi Uni Eropa untuk kebijakan RED II dan Delegated Regulation UE yang dianggap mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia di WTO.
"Sejak awal kami sudah dikawal dengan tim pengacara. Dan tim pengacara kami sengaja pilih internasional yang basisnya di Uni Eropa, yaitu di Ibu Kota Uni Eropa, Brussels," kata Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Pradnyawati di Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Baca juga: Hadapi Uni Eropa di WTO, RI gunakan tim kuasa hukum internasional
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020