Dua pelajar MTs Negeri 1 Lamongan, Jawa Timur, Ahmad Rofi dan Alifia Haya, meneliti pemanfaatan limbah cair tempe sebagai sumber energi listrik untuk diikutsertakan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah SMP/MTs Tingkat Nasional "Airforce Fair 2020".Mekanismenya, kami menggunakan prinsip uji elektroda di sini (tabung berisi limbah cair tempe atau bioetanol biji sorgum, red.), ada besi dan tembaga, lalu disambungkan ke kabel yang ada lampunya. Langsung tanpa perantara
"Penelitian ini didasari oleh keberadaan Desa Plaosan, Kecamatan Babat, Lamongan, yang memiliki industri tempe dan biasanya limbahnya dibuang begitu saja ke selokan sehingga mengakibatkan bau tidak sedap," kata Alifia Haya di sela kegiatan LKTI SMP/MTs Tingkat Nasional "Airforce Fair 2020" di SMA IT Al Irsyad Al Islamiyyah, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.
Menurut dia, bau menyengat yang ditimbulkan dari limbah cair industri tempe yang dibuang ke selokan itu mengganggu masyarakat sekitar.
Selain itu, kata dia, Desa Patihan di Kecamatan Babat merupakan penghasil sorgum namun tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal.
"Oleh karena itu, kami melakukan penelitian terkait dengan pemanfaatan limbah cair tempe dan bioetanol biji sorgum sebagai energi listrik," katanya.
Baca juga: Pengamat: Pemerintah baru jangan menyerah kembangkan energi alternatif
Ahmad Rofi mengatakan limbah cair tempe maupun bioetanol biji sorgum mengandung kalsium, fosfor, dan zat besi yang dapat menghasilkan listrik.
Kendati demikian, dia mengakui energi listrik yang dihasilkan limbah cair tempe lebih besar jika dibandingkan dengan bioetanol biji sorgum.
Menurut dia, limbah cair tempe 50 mililiter bisa menghasilkan 2,5 watt, sedangkan 50 mililiter bioetanol biji sorgum bisa menghasilkan energi listrik 1,7 watt.
Jika dicampur, kata dia, limbah cair tempe dan bioetanol biji sorgum itu bisa menghasilkan energi listrik yang lebih besar.
"Mekanismenya, kami menggunakan prinsip uji elektroda di sini (tabung berisi limbah cair tempe atau bioetanol biji sorgum, red.), ada besi dan tembaga, lalu disambungkan ke kabel yang ada lampunya. Langsung tanpa perantara," katanya.
Sesuai daya yang dihasilkan, kata dia, 50 mililiter limbah cair tempe maupun bioetanol biji sorgum itu diperkirakan mampu menghasilkan listrik selama dua bulan.
Dia mengharapkan ada pengembangan lebih lanjut terkait dengan hasil penelitian tersebut sehingga limbah cair yang dihasilkan oleh industri tempe tidak dibuang begitu saja karena dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik.
"Harapan kami, warga Plaosan tidak membuang limbah cair tempe begitu saja karena dapat menimbulkan bau yang menyengat. Kami juga ingin menyosialisasikan kepada warga Desa Patihan agar mau membangun pabrik yang memanfaatkan bioetanol biji sorgum ini," katanya.
Baca juga: BPPT dorong optimalisasi pemanfaatan bioenergi
Baca juga: Pakar: potensi ekonomi kotoran sapi triliunan rupiah pertahun
Pewarta: Sumarwoto
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020