"Kelemahannya adalah, banyak kader bagus di luar partai yang tidak bisa diakomodasi, dan keunggulannya kader partai dihargai dan anggota DPR lebih berkomitmen untuk bekerja bagi partai," katanya, di Kupang, Senin.
Baca juga: Akademisi: Indonesia perlu coba pemilu sistem distrik
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unwira Kupang itu, mengemukakan pandangannya, berkaitan wacana yang digulirkan PDI Perjuangan agar pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup.
Wacana itu mengemuka setelah PDI Perjuangan merumuskan sembilan rekomendasi dalam Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan pada Minggu (12/1). Dalam rekomendasi itu, PDI Perjuangan hendak mengembalikan pemilu Indonesia kembali menggunakan sistem proporsional daftar tertutup.
Baca juga: Pengamat: Jangan kembali ke sistem pemilu yang buruk
"PDI Perjuangan ingin kembali ke sistem proporsional tertutup karena ingin lebih independen, dan lebih menghargai kader dalam proses penetapan calon legislatif dan eksekutif," katanya.
Hanya saja, kelemahannya, banyak kader bagus di luar partai yang tidak bisa diakomodasi, dan keunggulannya kader partai dihargai dan anggota lebih berkomitmen untuk bekerja bagi partai, katanya menambahkan.
Baca juga: Pemilu 2019 dan penguatan sistem demokrasi
Pandangan sedikit berbeda disampaikan pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr Ahmad Atang MSi, yang mengatakan, usulan kembali ke pemilu dengan sistem proporsional tertutup, merupakan bagian dari keinginan PDI Perjuangan untuk mengambil kembali hak institusi partai dalam menentukan calon anggota legislatif.
"Dengan mengembalikan sistem proporsional tertutup ke proporsional terbuka, sebetulnya PDIP ingin mengambil kembali hak instutusi partai dalam menentukan caleg sesuai nomor urut," kata Atang.
Baca juga: Pengamat sebut PDIP ingin mengambil hak institusi tentukan caleg
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020