Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino (RJL) sebagai tersangka.
Baca juga: Komisi III DPR pertanyakan kasus RJ Lino "mandek" di KPK
Baca juga: KPK ungkapkan belum tuntasnya kasus RJ Lino
Baca juga: KPK dalami pencairan dana pengadaan QCC Pelindo II
"Memang penyidikan ini sempat tertunda lama karena kita menunggu hasil pemeriksaan perhitungan kerugian negara dari BPK. Saat ini, KPK telah menerima perhitungan laporan kerugian negara tersebut sehingga kami tindak lanjuti dengan memeriksa tersangka pada hari ini," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
KPK pada Kamis memeriksa RJ Lino dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Sebelumnya, KPK terakhir kali memeriksa RJ Lino sebagai tersangka pada 5 Februari 2016.
Terkait materi pemeriksaan RJ Lino, KPK mengonfirmasi beberapa poin yang terdapat dalam hasil audit kerugian keuangan negara dari BPK tersebut.
Namun, Ali belum bisa merinci nominal kerugian keuangan negara dalam pengadaan QCC tersebut.
"Untuk materi kerugian negara dari hasil pemeriksaan BPK tentu belum bisa disampaikan ke publik karena masih dalam proses penanganan perkara yang berjalan. Tentunya diketahui nanti setidaknya setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan surat dakwaannya sehingga bisa diketahui jumlah kerugian negara," tuturnya.
Ia pun juga belum bisa memastikan apakah tersangka RJ Lino akan ditahan setelah diperiksa hari ini karena hal tersebut menjadi kewenangan penyidik.
"Tentu itu menjadi kewenangan penyidik untuk kemudian dilakukan upaya paksa penahanan itu menjadi kewenangan kebutuhan dari penyidikan," ujar Ali.
RJ Lino sampai saat ini belum ditahan KPK meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka pada 15 Desember 2015.
RJ Lino ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan tiga QCC dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.
Menurut KPK, pengadaan tiga unit QCC tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse), sehingga menimbulkan in-efisiensi atau dengan kata lain pengadaan tiga unit QCC tersebut sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang dari RJ Lino selaku Dirut PT Pelindo II demi menguntungkan dirinya atau orang lain.
Berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyatakan bahwa analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu terdapat potensi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya 3.625.922 dolar AS (sekitar Rp50,03 miliar) berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPKP atas Dugaan Penyimpangan Dalam Pengadaan 3 Unit QCC Di Lingkungan PT Pelindo II (Persero) Tahun 2010 Nomor: LHAI-244/D6.02/2011 Tanggal 18 Maret 2011.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020