• Beranda
  • Berita
  • LPSK: Terapkan UU TPPO jerat pelaku kejahatan eksploitasi anak

LPSK: Terapkan UU TPPO jerat pelaku kejahatan eksploitasi anak

28 Januari 2020 15:55 WIB
LPSK: Terapkan UU TPPO jerat pelaku kejahatan eksploitasi anak
Dokumentasi - Sebuah tropi berbentuk tangan bertuliskan ajakan "Stop TPPO" disiapkan untuk diberikan kepada pemda yang berhasil menangani kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam kegiatan Rakornas Gugus Tugas (TPPO) di Kupang, NTT, Selasa (15/10/2019). ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/aa.

Apabila aparat kepolisian menerapkan Undang-Undang TPPO maka nilai restitusi jauh lebih besar karena instrumen hukum yang digunakan lebih lengkap jika dibandingkan UU Perlindungan Anak tadi.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia mendorong aparat kepolisian menerapkan Undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) untuk menjerat para pelaku kejahatan eksploitasi dan perdagangan anak.

"Kita apresiasi Polda Metro Jaya yang sudah mengungkap kasus dengan rujukan Undang-undang perlindungan anak. Namun kita ingin mendorong juga untuk memproses pelaku dengan UU TPPO," kata Wakil Ketua LPSK RI Antonius Prijadi Soesilo Wibowo di Jakarta, Selasa.

Hal itu, kata dia, dilandasi terkait restitusi atau ganti kerugian yang dibayarkan oleh pelaku kepada korban kejahatan.

Ia menjelaskan, jika kasus tersebut hanya didekati dengan Undang-Undang Perlindungan Anak maka peluang untuk mendapatkan restitusi bagi korban lebih kecil jika dibandingkan dengan penerapan Undang-Undang TPPO.
Baca juga: KPAI temukan enam kasus dugaan perdagangan dan eksploitasi anak
baca juga: Eksploitasi anak di Jakut, LPSK: Pelaku jerat UU Pemberatasan TPPO

Apabila aparat kepolisian menerapkan Undang-Undang TPPO maka nilai restitusi jauh lebih besar karena instrumen hukum yang digunakan lebih lengkap jika dibandingkan UU Perlindungan Anak tadi.

"Itulah kenapa LPSK bersama KPAI memiliki persepsi yang sama bahwa kita perlu mengapresiasi polisi tapi juga mengingatkan mendorong pelaku diproses UU TPPO," katanya.

Menurut data LPSK, selama 2019 kasus TPPO yang ditangani lembaga itu memiliki nilai restitusi yang diajukan sekitar Rp2,9 miliar. Dari jumlah itu, perkara masih berjalan delapan kasus. Total kasus ada 21 dan satu di antaranya ditolak namun 13 restitusi disetujui.

Peran LPSK, katanya, tidak hanya berupaya masalah restitusi namun juga memberikan perlindungan kepada korban TPPO.

Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua LPSK lainnya, Livia Istania DF Iskandar mengatakan tindak perdagangan orang salah satu tindak pidana prioritas yang ditangani oleh lembaga itu.
Baca juga: KPAI: Muncul modus baru pada kasus perdagangan orang
Baca juga: Polres Tulungagung tangkap pengguna jasa PSK anak bawah umur


Ia menyampaikan terkait data pada 2018 dan 2019 terjadi kenaikan. Pada 2018 tercatat hanya 186 terlindung LPSK namun di 2019 naik menjadi 318. Dari 318 itu 208 orang adalah kaum perempuan dengan rincian dewasa 156 dan anak 52 orang.

"Sementara laki-laki 110 orang dengan rincian dewasa 106 dan anak-anak empat orang," katanya.

Bahkan, hari ini LPSK telah menerima surat permohonan perlindungan dari Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSMPAK) Kementerian Sosial RI terkait kasus TPPO di Penjaringan dan satu kasus di Jakarta Selatan.

Langkah selanjutnya, lembaga itu akan menurunkan tim investigasi dan penilaian untuk mewawancarai pihak-pihak terkait. Dari tahapan itu dibuat risalah yang diagendakan masuk pada rapat paripurna LPSK.
Baca juga: KPAI: pidana perdagangan anak cukup memenuhi dua unsur
Baca juga: Polda Bali ringkus tiga tersangka perdagangan orang melalui medsos

Presiden saksikan pengucapan sumpah 7 Komisioner LPSK

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020