• Beranda
  • Berita
  • Konflik sumber daya alam di Riau naik 37 persen pada 2019

Konflik sumber daya alam di Riau naik 37 persen pada 2019

28 Januari 2020 17:17 WIB
Konflik sumber daya alam di Riau naik 37 persen pada 2019
Ratusan petani sawit Desa Gondai, Pelalawan, Riau menolak eksekusi perkebunan sawit. (Anggi Romadhoni)
Konflik sumber daya alam (SDA) di Provinsi Riau meningkat 37 persen dari 38 kasus pada 2018 menjadi 51 kasus di tahun 2019, kata Direktur Scale Up M. Rawa El Amady.

"Jumlah ini memposisikan Riau tetap di peringkat teratas secara nasional jika dibandingkan dengan jumlah konflik tertinggi hanya 28 kasus di Jawa Barat," kata Rawa di Pekanbaru, Selasa.

Lembaga Scale Up secara rutin melakukan penelitian dan juga fasilitator dalam penyelesaian konflik SDA di Riau.

Dari 51 kasus konflik yang terjadi di tahun 2019, kata Rawa, ada 40 kasus baru dan 11 kasus lama. Konflik tertinggi di sektor perkebunan yang terdiri dari 38 kasus sub sektor kelapa sawit dan satu kasus sub sektor karet. Kemudian sektor kehutanan pada sub sektor Hutan Tanaman Industri (HTI) terjadi sembilan kasus, sektor pertambangan pada sub sektor migas dengan dua kasus dan konflik perbatasan dengan satu kasus tapal batas.

"Pelaku utama konflik tersebut adalah pihak perusahaan," ujarnya.

Baca juga: HuMa: masyarakat adat masih jadi korban konflik SDA, agraria

Baca juga: Perkumpulan Huma catat 326 konflik sumber daya alam

Baca juga: KSP percepatan penyelesaian 60 konflik agraria perkebunan


Menurut dia, konflik sub sektor perkebunan sawit merupakan konflik tertinggi sejak tahun 2016 hingga 2019. Kementerian Pertanian pada posisi kelembagaan struktural penanganan penyelesaian konflik masih jauh di bawah, yaitu di level eselon 2 pada Direktur Perlindungan Perkebunan.

Untuk Menyelesaikan konflik di sektor perkebunan, Kementerian membentuk Tim Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan, Pembentukan Tim Penanganan Konflik Perkebunan, dan Sekretariat Tim Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan sesuai SK Dirjenbun No. 150/Kpts/OT.160/4/2013 tanggal 4 April 2013 yang di kenal dengan GUKP.

Ia mengatakan munculnya konflik di dua sub sektor baru yaitu sub sektor migas dan karet yang tiga tahun sebelumnya belum pernah masuk di berita media di Riau.

"Di Kementerian Pertanian, sektor perkebunan dan Kementerian ESDM penanganan konflik belum menjadi perhatian penting menyebabkan konflik menempati peringkat tertinggi di sektor perkebunan dan mulai muncul di pemberitaan konflik di sektor pertambangan," katanya.

Scale Up menilai keseriusan pemerintah daerah Riau dalam penanganan konflik perkebunan kepala sawit belum dilakukan secara baik. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah kasus konflik perkebunan sawit pada tahun 2019. Jumlah konflik perkebunan sawit pada tahun 2018 hanya 27 kasus, sedangkan tahun 2019 naik menjadi 39 kasus.

"Artinya terjadi kenaikan sebanyak 18 persen kasus konflik sawit pada tahun 2019," katanya.

Penetapan Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Riau tahun 2018 telah menetapkan luas hutan dan perkebunan di Riau. Penetapan ini kemudian mengakibatkan muncul masalah baru.

"Proses penetapan kawasan hutan tidak dilakukan secara menyeluruh sehingga banyak ditemukan perkebunan sawit di Riau berada dalam kawasan hutan," katanya.*

Baca juga: Saat urusan perut mendobrak perasaan takut

Baca juga: Riau tawarkan investasi perkebunan dan perikanan ke Tiongkok

 

Pewarta: FB Anggoro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020