Para pengunjung sering menyebut lokasi yang panjangnya tak sampai satu kilometer itu sebagai Maliobonbol (Malioboro Bonbol), namun pemerintah kabupaten menamainya Pedestrian Matobonebol.
Sejumlah bangku dan lampu tertata di sepanjang trotoar, yang langsung bersebelahan dengan area persawahan.
Waktu favorit para pengunjung adalah sore dan malam hari, karena di waktu tersebut banyak pedagang kaki lima menjajakan makanan.
Baca juga: Kota Yogyakarta rencanakan tambah lima ruang terbuka hijau publik
"Sore paling asyik kami nongkrong di sini bersama teman atau keluarga, hanya untuk sekedar ngobrol atau ngopi-ngopi. ," kata salah seorang pengunjung, Sahabudin, Ahad.
Sementara itu, omset pedagang kuliner di lokasi itu biasanya meningkat pada akhir pekan seiring banyaknya pengunjung.
Salah seorang pedagang makanan, Lisa Sondakh, mengatakan dalam sehari omsetnya bisa mencapai 800 ribu pada akhir pekan dan sekitar 300 ribu pada hari kerja.
"Makin malam makin ramai. Kami biasanya jualan sampai jam satu malam," imbuhnya.
Fasilitas yang dibangun Pemkab Bone Bolango tahun 2019 itu, terletak di perbatasan Kota Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango, yakni Desa Toto Selatan.
"Kawasan ini bukan hanya bisa dijadikan lokasi wisata, tetapi ini bagian dari tanggung jawab pemerintah daerah menyiapkan ruang publik yang layak. Tidak hanya bagi pejalan kaki, pesepeda, dan pedagang, tapi juga bagi para disabilitas," ujar Bupati Bone Bolango Hamim Pou.
Baca juga: Pemprov DKI diharapkan bangun lebih banyak ruang publik terbuka
Baca juga: Presiden sebut Alun-alun Cianjur contoh ruang publik yang bagus
Baca juga: Surabaya siapkan konsep ruang publik bawah tanah terintegrasi
Pewarta: Debby H. Mano
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020