Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Din Syamsuddin mengatakan persaudaraan kemanusiaan menjadi sebuah solusi karena umat manusia sudah terkotak-kotak pada egosentrisme, baik atas dasar agama, ras, etnik, maupun kepentingan ekonomi dan politik.
Din dalam keterangan tertulisnya diterima di Sukabumi, Jawa Barat, Rabu, mengatakan disrupsi besar yang dialami dunia dewasa ini harus segera ditanggulangi bersama.
Menurut Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta itu, kerusakan global akumulatif yang diciptakannya bersifat struktural dan sistemik, jika tidak ditanggulangi secara sistemik atau kesisteman maka akan membawa dampak sistemik terhadap kerusakan peradaban.
Baca juga: Menteri Agama ingatkan toleransi dan kebersamaan dapat majukan bangsa
Baca juga: Menko PMK dorong peningkatan peradaban dan kemajuan dunia Islam
Sebagai solusi, menurut Din, yang minggu lalu berpidato pada Konferensi Al-Azhar di Kairo, selain perlu adanya Sistem Dunia Baru yang menekankan Jalan Tengah (Wasathiyah), perlu juga dasar pijak kehidupan umat manusia pada persaudaraan kemanusiaan.
Percakapan dalam konferensi berpusat pada perspektif teologis dari masing-masing agama tentang persaudaraan kemanusiaan, yakni bahwa umat manusia sejatinya bersaudara, maka perlu dikembangkan persaudaraan kemanusiaan.
Dalam kaitan itu, Din menegaskan kesadaran akan persaudaraan kemanusiaan itu meniscayakan adanya rasa kasih sayang (tarahum) yang melintasi tapal batas primordial seperti agama, ras, bangsa, dan suku-bangsa.
Tarahum perlu berlanjut pada taaruf yakni saling memahami dan menghormati, yang kemudian mendorong adanya ta’awun atau kerja sama, dan paling tinggi dapat mengambil bentuk tadhamun yaitu saling melindungi, kata Din.
Baca juga: Wapres Ma'ruf: Kerukunan umat beragama adalah kunci
Baca juga: Din Syamsuddin: Konsep Jalan Tengah solusi krisis peradaban
Sayang, kata Din Syamsuddin, ajaran-ajaran agama yang luhur dan agung ini mudah dikatakan tapi susah dilaksanakan.
Piagam Persaudaraan Kemanusiaan
Din yang sejak Selasa (4/2) berada di Zagreb, Kroasia, untuk menghadiri konferensi bertema Al-Ukhuwwah al-Insaniyah li Ta’ziz al-Silm wa al-Amni al-‘Alamy (Human Brotherhood for the Enhancement of Peace and Security) yang diselenggarakan bersama Rabithah al-‘Alam al-Islami (Muslim World League atau Liga Islam Sedunia) dan Meshihat of Islamic Community in Croatia mengatakan Piagam Persaudaraan Kemanusiaan yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Syaikh Al-Azhar Ahmad Al-Thayyib di Abu Dhabi pada 4 Februari 2019 patut diperingati.
Menurut Din Syamsuddin, peristiwa tersebut memang mengandung makna historis, monumental, dan simbolik besar. Tidak hanya ditandatangani oleh dua lembaga keagamaan tinggi, Vatikan dan Al-Azhar, tapi juga dua komunitas agama besar, Islam dan Katholik.
Namun demikian, menurut dia, bukan hanya ditandatangani dan diperingati tapi perlu diamalkan dalam kehidupan nyata.
Konferensi bertema Al-Ukhuwwah al-Insaniyah li Ta’ziz al-Silm wa al-Amni al-‘Alamy berlangsung dua hari tersebut dihadiri sekitar 200 tokoh Muslim serta Kristen dan Yahudi dari mancanegara.
Konferensi dibuka oleh Presiden Kroasia Kolinda Grabar-Kitarovic, hadir pula pada pembukaan Perdana Menteri Kroasia Andrej Plencovic, Presiden Parlemen Kroasia, Walikota Zagreb, dan Sekjen Liga Islam Sedunia Dr Abd al-Karim al-‘Isa.
Baca juga: Ketua PBNU ungkap arah toleransi ala Gus Dur
Baca juga: Menko PMK tawarkan Pancasila untuk peradaban dunia yang maju dan bermartabat di Jeju Forum for Peace and Prosperity 2017
Baca juga: Forum UNAOC Bali tegaskan persatuan dalam keberagaman
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020