Semangat dari program 100-0-100 tetap harus dilanjutkan sehingga tidak ada lagi kawasan kumuh di Kota Yogyakarta
Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kota Yogyakarta, DIY, menyatakan penataan kawasan kumuh tetap dilanjutkan tahun ini dengan fokus pemenuhan sanitasi sehat, meskipun program 100-0-100 sudah berakhir pada 2019.
“Tipikal kawasan kumuh di Kota Yogyakarta hampir sama karena sebagian besar berada di bantaran sungai yaitu kondisi sanitasi yang perlu diperbaiki supaya lebih tertata dan sehat,” kata Kepala Bidang Perumahan Permukiman dan Tata Bangunan DPUPKP Kota Yogyakarta Sigit Setiawan di Yogyakarta, Sabtu.
Baca juga: Kawasan kumuh bantaran Sungai Gajah Wong-Yogyakarta ditata
Menurut dia, sanitasi masyarakat di kawasan kumuh biasanya masih bercampur antara saluran air limbah dengan saluran air hujan, atau saluran air limbah yang langsung dibuang ke sungai tanpa diolah terlebih dulu, karena bangunan rumahnya membelakangi sungai, sehingga menimbulkan pencemaran sungai.
Oleh karena itu, lanjut dia, dalam setiap kegiatan penataan kawasan kumuh biasanya juga disertakan kegiatan penataan sanitasi sehingga kondisinya menjadi lebih ideal dan sehat, salah satunya dengan membangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal.
Pada tahun ini, luas kawasan kumuh yang masih ada di Kota Yogyakarta mencapai sekitar 75 hektare sehingga membutuhkan waktu atau tahapan untuk bisa menata seluruh kawasan tersebut sehingga tidak lagi menjadi kawasan kumuh.
Penataan kawasan kumuh pada tahun ini tidak hanya dibiayai APBD Kota Yogyakarta saja, tetapi juga bantuan dana Pemprov DIY dan APBN.
Penataan kawasan kumuh di Muja-Muju dan Giwangan serta penataan tahap dua di bantaran Sungai Winongo akan APBN yang bersumber dari pinjaman Bank Dunia.
Selain itu, akan dilakukan penataan di Gowongan dan Mantrijeron dibiayai APBN reguler.
“Anggaran di Winongo sekitar Rp14 miliar untuk pekerjaan multiyears, sedangkan untuk di Gowongan sekitar Rp9 miliar,” katanya.
Sementara itu, penataan kawasan kumuh di Gunungketur, Prenggan, Kampung Karang, dan Kampung Sambirejo akan dibiayai APBD Kota Yogyakarta.
Penataan di Gunungketur dianggarkan sekitar Rp1,4 miliar dan di Kampung Karang sekitar Rp2,3 miliar.
Selain melakukan penataan sanitasi, pekerjaan penataan kawasan kumuh juga akan dilakukan dengan penguatan talut sungai dan perbaikan jalan lingkungan karena sebagian besar kawasan kumuh yang akan ditata tahun ini berada di bantaran sungai.
“Ada penataan bangunan agar rumah warga tidak berada tepat di tepi sungai. M3K (mundur, munggah, madep kali atau mundur, naik, dan menghadapkan rumah ke sungai) tetap akan dilakukan. Kami akan membenahi rumah warga terdampak sesuai aturan,” katanya.
Jika mengacu pada Surat Keputusan (SK) Wali Kota Yogyakarta Tahun 2014, maka seluruh kawasan kumuh di Kota Yogyakarta sudah tertangani, namun kemudian ditetapkan SK baru pada 2016 dengan data yang lebih detail sehingga masih menyisakan sejumlah titik kawasan kumuh yang perlu ditangani.
“Semangat dari program 100-0-100 tetap harus dilanjutkan sehingga tidak ada lagi kawasan kumuh di Kota Yogyakarta,” katanya.
Baca juga: Membangun semangat menata kawasan kumuh dari Karangwaru Yogyakarta
Baca juga: Pedestrian code gumreget di Yogyakarta akan diteruskan
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020