"Pohon itu sekarang masih dikumpulkan masyarakat di wilayah Seram yang bekerja sama dengan BNPB," kata Kepala BNPB Doni Monardo di Jakarta, Senin.
Hingga kini, BNPB bersama masyarakat setempat telah berhasil mengumpulkan 20.000 batang pohon palaka. Realisasinya, pohon itu akan kembali ditanam di bagian selatan Pulau Jawa dan Pantai Barat Sumatera.
"Pohon ini diharapkan menjadi bagian dari pada mitigasi menghadapi tsunami," ujar dia.
Ia menjelaskan pohon palaka tersebut tidak bisa disemai secara langsung oleh manusia, namun bisa berkembang biak secara alami melalui bantuan tiupan angin. Setelah tertiup angin akan muncul tunas-tunas baru di hamparan tanah berpasir.
"Apabila tunas tersebut tidak diambil maka akan mati saat musim hujan tiba. Inilah yang sudah BNPB kumpulkan hingga 20 ribu batang," katanya.
Baca juga: BNPB: Tsunami dapat diredam melalui vegetasi
Doni mengatakan pohon palaka tersebut nantinya dapat digunakan sebagai salah satu upaya pencegahan bencana alam dengan menanamnya di titik-titik rawan bencana sebagai benteng alam.
Selain bisa berukuran besar, pohon palaka juga tumbuh dalam waktu cukup cepat. Bahkan dalam kurun satu tahun tinggi pohon tersebut bisa mencapai enam meter.
"Pohon palaka itu saya temukan di Ambon. Pada saat itu ukuran diameternya dikelilingi oleh 30 orang dewasa," katanya.
Baca juga: Kawasan Siaga Bencana dibentuk di tiga daerah pesisir selatan Jawa
Selain pohon palaka, beragam vegetasi lain juga bisa dimanfaatkan sebagai benteng alam atau penahan laju air di daerah rawan bencana, di antaranya mangrove, cemara udang, ketapang dan beringin.
Baca juga: Kawasan Puncak daerah rawan bencana longsor
Beragam jenis tumbuhan tersebut dinilai dapat menjadi salah satu solusi jangka menengah dan panjang sebagai upaya pencegahan bencana alam yang kerap dan berulang kali terjadi di Tanah Air.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020