Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Muria menyatakan sebanyak tujuh dari 52 sub-DAS yang ada di kawasan Pegunungan Muria yang tersebar di tiga kabupaten di Keresidenan Pati, Jawa Tengah, kondisinya kritis dan perlu penanganan segera agar tidak menimbulkan permasalahan lingkungan yang semakin parah.Ketujuh sub-DAS adalah sub-DAS Srep, sub-DAS Piji, sub-DAS Sani, sub-DAS Gungwedi, sub-DAS Tayu, sub-DAS Gelis, dan sub-DAS Mayong
"Ketujuh sub-DAS tersebut, yakni sub-DAS Srep, sub-DAS Piji, sub-DAS Sani, sub-DAS Gungwedi, sub-DAS Tayu, sub-DAS Gelis, dan sub-DAS Mayong," kata Ketua Forum DAS Muria Hendy Hendro di Kudus, Senin (2/3).
Ia menjelaskan bahwa untuk sub-DAS Srep dan sub-DAS Piji berada di Kabupaten Kudus, sub-DAS Sani, sub-DAS Gungwedi, dan sub-DAS Tayu berada di Kabupaten Pati, sedangkan sub-DAS Gelis dan sub-DAS Mayong berada di Kabupaten Jepara.
Kondisi tersebut, kata dia, berdampak pada menurunnya daya dukungan dan fungsi lingkungan sub-DAS tersebut.
Dikemukakannya bahwa kondisi tersebut teridentifikasi dengan seringnya terjadi banjir, erosi, sedimentasi, tanah longsor, defisit air, dan berkurangnya debit sungai ketika musim kemarau.
Hal tersebut, katanya, terjadi karena tingginya kebutuhan lahan untuk memenuhi kepentingan masyarakat, sehingga mendorong terjadinya konversi atau alih fungsi lahan dari lahan hutan menjadi lahan pertanian dan lahan terbangun.
Faktor lainnya karena minimnya pemahaman masyarakat serta kurangnya informasi edukatif dalam pengelolaaan sumber daya lahan dan pelestarian lingkungan, berdampak pada kerusakan lingkungan pada tujuh daerah sub DAS tersebut.
"Kemiringan lereng di wilayah hulu yang cukup terjal juga ikut menjadi faktor penyebab kritisnya sub-DAS tersebut," katanya.
Ia mencontohkan Desa Rahtawu sebagai daerah hulu aliran Sungai Gelis merupakan contoh dari kegiatan yang tidak mengindahkan kaidah konservasi karena warga di daerah tersebut lebih memilih menanam tanaman semusim yang tidak bisa menampung banyak air.
Selain itu, lanjut dia, batu-batu besar yang ada di sungai sekarang sudah mulai berkurang.
"Banjir yang ada di hilir merupakan dampak kekritisan sub-DAS Sret. Di sana banyak tanaman semusim. Batu-batu besar yang ada di sungai juga banyak yang diambil. Padahal itu fungsinya menahan arus agar tidak langsung ke hilir," ujarnya.
Untuk mengatasi keritisan tersebut, perlu dilakukan upaya dalam bentuk fisik hingga sosial ekonomi.
Upaya fisik yang bisa dilakukan dengan membuat teras di lereng yang terjal dengan berbagai bentuk, kemudian upaya vegetasi dengan cara reboisasi di wilayah hulu, sedangkan untuk sosial ekomoni salah satunya harus mengubah pola pikir masyarakat dari merusak manjadi menjaga lingkungan, demikian Hendy Hendro.
Baca juga: 10 sungai di Kudus diusulkan dinormalisasi untuk cegah banjir
Baca juga: Pegunungan Muria di Kudus-Jateng butuhkan penghijauan jaga ketersediaan air
Baca juga: Pengembalian fungsi konservasi DAS solusi atasi banjir, sebut BNPB
Baca juga: Kebakaran hutan di Pegunungan Muria bisa dipadamkan
Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020