"Menurut saya itu bagian dari aspirasi. Peristiwa Gejayan pertama itu saya kan masih di Yogja juga nonton dan ada di tengah-tengah arus masyarakat," katanya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin.
Menurut Mahfud, pemerintah di era reformasi sekarang ini juga lahir dari proses-proses semacam itu sehingga penyampaian aspirasi merupakan hal yang wajar.
"Bagi saya tidak apa-apa juga orang mengajukan aspirasi kok. Pemerintah yang sekarang tuh kan lahir juga dari proses itu. Bagian-bagian proses dari kelahiran pemerintah yang ada sekarang kan ada juga berbagai peristiwa seperti itu," katanya.
Oleh sebab itu, Mahfud menilai aksi Gejayan Memanggil Lagi sebagai peristiwa yang biasa saja sebagai bagian dari cara penyampaian aspirasi di era demokrasi.
"Biasa aja, ga ada yang luar biasa. Silakan mau demo, unjuk rasa, mau konsultasi. Yang namanya dialog dengan pemerintah, dialog dengan DPR, itu satu hal yang sudah diatur dan dilindungi oleh undang-undang," katanya.
Baca juga: GKR Hemas berharap RUU "Omnibus Law" ditanggapi positif
Sebelumnya, aksi demonstrasi bertajuk #Gejayan Memanggil Lagi berlangsung di pertigaan Jalan Gejayan, Yogyakarta diikuti berbagai elemen mahasiswa, buruh, dan sebagainya menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Aksi tersebut merupakan kelanjutan dari aksi serupa pada September 2019 dengan tagar #Gejayan Memanggil yang berlangsung di lokasi yang sama.
Namun, pada aksi yang pertama, massa mengusung tuntutan revisi UU KPK, RUU Pertanahan, dan RUU KUHP.
Baca juga: PDIP bentuk tim khusus mengkaji Omnibus Law Cipta Kerja
Baca juga: Aksi protes RUU Cipta Kerja, PDIP pastikan pemerintah buka dialog
Baca juga: Omnibus Law Keamanan Laut, Mahfud tinjau kesiapan Bakamla
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020