Ahli Hukum Komunikasi dan Teknologi Informasi Mustofa Haffas di Jakarta, Kamis, menyatakan, di dalam naskah akademik Rancangan Undang Undang (RUU) ITE diterangkan, jangkauan pengaturan RUU ITE adalah terkait informasi elektronik dan dokumen elektronik yang berkaitan dengan bukti elektronik, pengiriman dan penerimaan surat elektronik (e-mail), tanda tangan elektronik, sistem elektronik dan transaksi elektronik yang berkaitan dengan perdagangan secara elektronik.
"Bidang penyiaran tidak termasuk pada jangkauan UU ITE karena itu diatur secara spesifik di dalam UU Penyiaran dan peraturan pelaksanaannya," kata Mustofa pada saat dihubungi.
Baca juga: Sudah cek foto Tara Basro, Menkominfo: tak ada pelanggaran UU ITE
Baca juga: Hati-hati di internet, Kominfo punya regulasi jerat perundung siber
Baca juga: Polisi tangkap pengunggah hoaks corona menyebar di Lombok Tengah
Selain itu, UU ITE juga mengatur soal perlindungan hak kekayaan intelektual yang berkaitan dengan domain di dunia internet, perbuatan yang dilarang seperti penyebaran materi pornografi, pornoaksi, perjudian, tindak kekerasan, hacking atau cracking, penipuan lelang online, penipuan pemasaran berjenjang online, penipuan kartu kredit, pembajakan perangkat lunak, fraud, phising, cyber stalking, hate sites, dan criminal communication.
Sementara Pengajar Hukum Media Universitas Padjadjaran, Sudjana, juga menegaskan bahwa pembentukan UU ITE bukan untuk mengatur penyiaran.
Menurutnya, soal penyiaran telah diatur di dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2002 dimana lembaga penyiaran tak bisa dijerat dengan UU ITE.
“Kecuali tayangan yang dipublish di internet, baru bisa dikenakan UU ITE," kata Sudjana.
Sudjana menambahkan, lembaga penyiaran yang telah mempunyai Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dari pemerintah dan telah mendapatkan Rekomendasi Kelayakan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan sedang menjalankan ketentuan izin, tidak dapat dipidanakan menggunakan UU ITE.
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020