• Beranda
  • Berita
  • Jubir: Bepergian tingkatkan risiko penularan COVID-19

Jubir: Bepergian tingkatkan risiko penularan COVID-19

6 April 2020 18:00 WIB
Jubir: Bepergian tingkatkan risiko penularan COVID-19
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto di Gedung Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Senin (6/4/2020). ANTARA/www.covid19.go.id/pri. (ANTARA/www.covid19.go.id)
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto kembali mengingatkan masyarakat agar tidak bepergian jika tidak mendesak karena akan meningkatkan risiko penularan virus Corona.

"Kita berada di tengah orang yang tidak kita ketahui apakah dia OTG (orang tanpa gejala) atau bukan. Oleh karena itu, mari laksanakan ini dengan baik," katanya, saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Senin.

Baca juga: Polri ajak masyarakat jadi pemutus rantai penularan COVID-19

Baca juga: Pemerintah ingatkan risiko tinggi penularan corona saat berpergian

Baca juga: Jubir: Tidak bepergian jadi kunci pemutus rantai penularan COVID-19


Menurut dia, sumber penular dari orang-orang tanpa gejala (OTG) itu yang susah untuk dideteksi dan ditandai sehingga membuat kasus positif COVID-19 terus bertambah.

"Mereka adalah orang-orang tanpa gejala, yaitu orang-orang yang dalam tubuhnya telah terdapat virus dan berkembang biak, kemudian menyebar ke sekitarnya melalui percikan ludah, droplet, pada saat dia berbicara, bersin atau batuk," katanya.

Namun, kata dia, orang tersebut tidak merasakan sedang sakit dan tidak merasakan bahwa dirinya memiliki virus yang bisa menyebar kemana-mana.

Yurianto mengatakan bahwa Menteri Kesehatan telah menerbitkan Permenkes Nomor 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang bertujuan untuk membatasi komunikasi kontak sosial/fisik dalam skala yang lebih besar.

"Ini adalah tindak lanjut dari upaya untuk menjaga jarak secara fisik, secara lebih besar lagi agar kita yakin bahwa transmisi penyakit dari orang sakit kepada orang sehat bisa kita hentikan," katanya.

Ia mengakui sejauh ini masih terlihat penambahan jumlah kasus, kematian, dan penyebaran yang semakin cepat ke beberapa wilayah di sekitarnya.

"Oleh karena itu, kita akan terus lakukan kajian epidemiologi untuk membatasi mobilitas manusia sebagai pembawa penyakit," katanya.

Sementara itu, jumlah pasien positif COVID-19 per Senin, 6 April 2020 pukul 2020 tercatat sebanyak 2.491 kasus, dengan rincian pasien sembuh sebanyak 192 orang, sementara 209 meninggal dunia.

Sejauh ini, catatan pemerintah menunjukkan DKI Jakarta masih jadi provinsi dengan jumlah pasien positif COVID-19 terbanyak, yaitu 1.232 jiwa per 6 April.

Setelah DKI Jakarta, ada Jawa Barat dengan 263 kasus, Jawa Timur dengan 189 kasus, Banten dengan 187 kasus, Jawa Tengah dengan 132 kasus, dan Sulawesi Selatan dengan 113 kasus.

Data gugus tugas mencatat 32 provinsi sudah terpapar COVID-19 dengan rincian 20 provinsi mengalami peningkatan kasus positif per 6 April di antaranya di Bali (tambah 7 kasus), Banten (tambah 10 kasus), DI Yogyakarta (tambah 6 kasus).

Kemudian, DKI Jakarta (tambah 101 kasus), Jawa Barat (tambah 11 kasus), Jawa Tengah (tambah 12 kasus), Jawa Timur (tambah satu kasus), Kalimantan Barat (tambah dua kasus), Kalimantan Timur (tambah satu kasus).

Di Kalimantan Tengah (tambah 9 kasus), Kalimantan Selatan (tambah dua kasus), Kalimantan Utara (tambah tujuh kasus), Nusa Tenggara Barat (tambah tiga kasus), Sumatera Barat (tambah 10 kasus), Sulawesi Utara (tambah dua kasus), Sumatera Utara (tambah satu kasus), Sulawesi Tenggara (tambah satu kasus), Sulawesi Selatan (tambah 30 kasus), Lampung (tambah satu kasus), dan Riau (tambah satu kasus).

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020