"Komnas HAM berpandangan untuk saat ini Panglima TNI dan Kapolri bisa dan mampu untuk menyelesaikan dan mempertanggungjawabkan terjadinya peristiwa-peristiwa kekerasan bersenjata di Papua," kata anggota Komnas HAM Amiruddin al Rahab dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu
Berdasarkan catatan Komnas HAM, terjadi tiga kali peristiwa kekerasan bersenjata di Papua beberapa waktu terakhir.
Pertama, tewasnya tiga anggota polisi dari Polres Mamberamo Raya karena ditembak oleh anggota TNI Yonif 755 yang bertugas di Pos Pengamanan Daerah Rawan (Pamrahwan) di Kasonaweja, Kabupaten Memberamo Raya, Minggu (12/4).
Kedua, tewasnya dua remaja karena ditembak oleh oknum anggota TNI yang berpatroli di sekitar area Freeport di Mile 34 Timika, Senin (13/4).
Baca juga: Komnas HAM minta pemerintah evaluasi pendekatan keamanan di Papua
Amiruddin mengatakan bahwa oknum anggota TNI yang berpatroli itu menduga kedua remaja merupakan anggota OPM. Namun, kata dia, dugaan itu dibantah oleh keluarga korban.
Adapun peristiwa ketiga, yakni tewasnya seorang karyawan Freeport yang diduga ditembak oleh kelompok bersenjata, Senin (30/3). Dua anggota kelompok bersenjata yang diduga menjadi dalang penembakan dilaporkan tewas dalam penyergapan yang dilakukan aparat gabungan TNI/Polri, Kamis (9/4).
"Langkah pengusutan oleh TNI dan Polri secara hukum adalah langkah yang paling efektif. Kepercayaan dan dukungan perlu diberikan pada Kapolri dan Panglima TNI," ujar Amiruddin.
Komnas HAM berpandangan perlu dibentuk Tim Gabungan Polri bersama TNI untuk mengungkap dan mempertanggungjawabkan peristiwa tewasnya tiga anggota polisi di Kasonaweja dengan melakukan olah tempat kejadian perkara, penyelidikan, dan penyidikan.
Selain itu, Komnas HAM juga meminta seluruh proses tersebut dilakukan transparan agar masyarakat Papua percaya terhadap penegakan hukum yang sedang berjalan.
Adapun untuk peristiwa tewasnya dua remaja di Timika, Komnas HAM juga menilai perlu dibentuk Tim Gabungan dari Mabes TNI dan Polri untuk mengungkap kasus penembakan tersebut.
"Mengapa TNI bisa salah mengidentifikasi objek sasaran operasi serta memproses secara hukum semua anggota TNI yang diduga terlibat dalam penembakan tersebut," ujar Amiruddin.
Komnas HAM pun menyampaikan rasa duka dan keprihatinan mendalam terhadap keluarga korban atas peristiwa berdarah tersebut.
Baca juga: Komnas HAM lanjutkan investigasi soal kerusuhan Wamena
Baca juga: Mahfud MD: Pemerintah tindak lanjuti laporan Komnas HAM soal Paniai
Komnas HAM juga mengusulkan evaluasi terhadap Satuan Tugas Operasi Pengamanan Daerah Rawan (Satgas Ops Pamrahwan) di Papua.
"Terkait dengan Ops Pamrahwan di Papua, belajar dari peristiwa Mamberamo dan Timika, perlu dievaluasi. Ops Pamrahwan telah berjalan lama di Papua," kata Amiruddin.
Amiruddin menilai Presiden Joko Widodo perlu memerintahkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto melakukan evaluasi menyeluruh atas Satgas Ops Pamrahwan tersebut.
Menurut dia, evaluasi diperlukan agar penegakan hukum dan upaya untuk meminimalisasi gangguan keamanan bisa lebih efektif dan tepat sasaran, mencegah jatuhnya korban jiwa di pihak mana pun, serta melindungi dan menegakkan hak asasi manusia.
Ia juga menyarankan agar Pemerintah Provinsi Papua segera mengambil langkah, yakni berkomunikasi dengan kelompok dan tokoh-tokoh masyarakat agar ketertiban dan keamanan serta kenyamanan di Papua bisa tetap kondusif.
"Siklus kekerasan di Papua harus diputus dan dihentikan. Oleh karena itu, Presiden tidak boleh mendiamkan begitu saja kejadian kekerasan yang berulang tersebut di Papua," kata Amirruddin.
Baca juga: Bertemu Mahfud, Komnas HAM bicara soal pelanggaran HAM dan Papua
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020