• Beranda
  • Berita
  • Bayi orangutan Sinar jadi penghuni baru Taman Nasional Gunung Palung

Bayi orangutan Sinar jadi penghuni baru Taman Nasional Gunung Palung

21 April 2020 16:09 WIB
Bayi orangutan Sinar jadi penghuni baru Taman Nasional Gunung Palung
Bayi orangutan Sinar bersama ibunya bernama Sinta terlihat baru-baru ini di kawasan konservasi sekitar Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat. (ANTARA/HO-KLHK)

Kelahiran bayi orangutan Sinar menjadi kabar gembira yang datang dari Taman Nasional Gunung Palung serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat menjelang Hari Bumi ke-50 yang jatuh pada 22 April 2020.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan orangutan hasil rehabilitasi bernama Susi telah melahirkan bayi orangutan dengan selamat pada awal Maret lalu dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menamai bayi tersebut Sinar.

Sinar merupakan orangutan berjenis kelamin betina dan merupakan bayi orangutan ke dua yang lahir di Gunung Tarak. Kawasan ini merupakan hutan penyangga yang berbatasan langsung dengan wilayah Taman Nasional Gunung Palung.

Baca juga: 31 orangutan dilepasliarkan ke kawasan konservasi sejak Januari

Kelahiran bayi orangutan Susi pertama kali diketahui oleh tim monitoring International Animal Rescue (IAR) Indonesia yang telah memantau perkembangannya di habitat alaminya selama empat tahun terakhir.

Berdasarkan pantauan dokter hewan di lapangan, Sinar menunjukkan kondisi yang sehat dan aktif dengan menyusu pada induknya. Sementara itu, Susi juga menunjukkan afeksi dan perhatiannya dengan menyusui anaknya dengan baik.

Orangutan Susi sebelumnya merupakan orangutan peliharaan yang berhasil diselamatkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat bersama IAR Indonesia di Pontianak pada 30 Juli 2011.

Kondisi Susi cukup memprihatinkan pada saat diselamatkan, rantai yang terpasang di leher selama bertahun tahun oleh pemiliknya telah menyebabkan luka infeksi terbuka, bernanah dan mengeluarkan bau tak sedap. Bahkan setelah diperiksa terdapat karet yang tertanam di kulit lehernya.

Baca juga: Tiga orangutan dilepasliarkan di Taman Nasional Tanjung Puting

Setelah melalui masa rehabilitasi yang cukup panjang, Susi dilepasliarkan di hutan lindung Gunung Tarak pada 20 Mei 2016, lokasi yang berbatasan langsung dengan area Taman Nasional Gunung Palung.

Wiratno mengatakan keberhasilan pelepasliaran orangutan hasil rehabilitasi ini merupakan salah satu bukti kekuatan kerja sama antarpemangku kepentingan konservasi orangutan yang ada di Kalimantan Barat, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, masyarakat dan juga LSM.

Salain itu ia mengatakan orangutan merupakan spesies “payung” dalam sebuah ekosistem, yang memiliki peran besar dalam menjaga ekosistem secara luas. Hal tersebut dikarenakan daya jelajah orangutan luas dan berdampak positif terhadap kelestarian ekologi yang ada di lokasi tempat hidupnya dengan menyebar biji ke wilayah hutan.

“Tidak hanya itu, masyarakat sekitar lokasi rehabilitasi juga telah banyak terlibat dalam kegiatan ini, mulai dari merawat satwa, melepasliarkan hingga memantau satwa di habitat alaminya. Semoga kesadaran masyarakat untuk melestarikan orangutan semakin tinggi”, ujar Wiratno.

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Palung Ari Wibawanto mengatakan kawasan hutan lindung Gunung Tarak yang berbatasan langsung dengan taman nasional itu juga berperan penting dalam keberhasilan kelahiran itu, di antaranya adalah faktor keamanan kawasannya.

"Kawasan lindung Gunung Tarak ini mempunyai jenis pakan orangutan yang melimpah, hal tersebut mempunyai andil besar untuk mendukung keberlangsungan hidup orangutan yang dilepasliarkan di sana,” kata Ari.

Baca juga: Tiga orangutan dipindahkan ke Taman Nasional Gunung Palung
Baca juga: Cegah COVID-19, BOSF tutup sementara fasilitas rehabilitasi orangutan
Baca juga: BKSDA Kalteng evakuasi dua orang utan berkeliaran di kebun warga

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020