• Beranda
  • Berita
  • Ekonom : RUU Cipta Kerja dibutuhkan pemulihan pasca Covid-19

Ekonom : RUU Cipta Kerja dibutuhkan pemulihan pasca Covid-19

23 April 2020 16:14 WIB
Ekonom : RUU Cipta Kerja dibutuhkan pemulihan pasca Covid-19
ILUSTRASI - Penataan regulasi melalui RUU Cipta Kerja untuk peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja. ANTARA/Ardika/am.

Ini semua dibutuhkan supaya kita bisa memanfaatkan momentum bonus demografi dan lepas dari jeratan negara berpendapatan menengah,

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja adalah bagian dari pendekatan institusional yang dibutuhkan porsinya sesuai kebutuhan masyarakat untuk dilakukan pemulihan industri pasca Covid-19.

"Akan muncul supply shock pasca pandemi ini karena ada peningkatan jumlah pengangguran. Saya menghitung bisa sampai 7 juta pengangguran baru dan yang paling terdampak sektor informal. Ini tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan fiskal dan moneter saja, tapi harus secara institusional," kata Fithra dalam diskusi virtual bertajuk RUU Cipta Kerja dan Masa Depan Ekonomi Indonesia Pasca Pandemi Covid-19, Kamis, di Jakarta.

Pendekatan institusional ini, menurut Fithra, sejak awal memang dibutuhkan karena perekonomian Indonesia memang mengalami tren deindustrialisasi.

"Sebelum Covid, kita juga mengalami permasalahan sisi produktifitas di bidang industri salah satunya dipengaruhi produktifitas buruh kita. Covid bisa membuat ini semakin parah," kata Fithra.

Secara prinsip, pendekatan institusional dengan memperbaiki regulasi, reformasi ketenagakerjaan, dan reformasi perpajakan diakomodasi dalam Omnibus Law RUU Tenaga Kerja.

"Ini semua dibutuhkan supaya kita bisa memanfaatkan momentum bonus demografi dan lepas dari jeratan negara berpendapatan menengah," kata Fithra.

Momentum pasca pandemi Covid-19 juga harusnya dimanfaatkan karena banyak negara-negara utama produsen dunia, sangat mungkin melakukan relokasi industri dari Cina. Asia Tenggara, jadi salah satu wilayah yang sangat potensial memanfaatkan hal ini.

"Sayangnya, Indonesia saat ini belum jadi pilihan utama bagi investor. Biaya tenaga kerja, biaya perdagangan, dan nilai tambah kita masih kalah dibanding negara ASEAN lain. Oleh karenanya kita butuh pendekatan secara institusional tadi," kata Fithra melanjutkan.

Meski demikian, Fithra juga mengingatkan bahwa ongkos politik dari Omnibus Law ini bisa sangat besar. Hasilnya kemungkinan tidak bisa dituai secara instan, dan akan menghadapi tuntutan publik yang besar.

"Namun kalau berkaca dari Jerman yang juga pernah melakukan reformasi ketenagakerjaan, mereka cukup sabar dan deregulasi secara institusi ini bisa berbuah manis di masa depan," katanya



.Baca juga: Survei: pekerja setuju RUU Cipta Kerja ciptakan lapangan kerja

Baca juga: Airlangga tekankan bahasan "Omnibus Law" Cipta Lapangan Kerja di DPR

Baca juga: Jokowi tekankan seluruh pihak bisa beri masukan terkait "omnibus law"

 

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020