"Para pemimpin agama akan menggunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti, melalui simbol, melalui nas kalau di Al Quran," kata akademisi di Universitas Nasional dalam diskusi yang diadakan Badan Restorasi Gambut (BRG) via konferensi video di Jakarta, Jumat.
Baca juga: BRG dorong pendekatan agama bantu restorasi lahan gambut
Selain itu, pendekatan lewat agama bisa dilakukan karena pemuka agama biasanya terus berada di tengah masyarakat. Hal itu berbeda dengan aktivis atau peneliti yang akan pulang ke asal mereka setelah melakukan tugasnya.
Sementara pemuka agama, seperti da'i biasanya terus berada di lapangan dan dikenal di masyarakat, kata pria yang juga menjabat Ketua Pusat Pengajian Islam (PPI UNAS) itu.
Kerja sama lembaga yang mendorong pelestarian lingkungan hidup seperti BRG dengan para pemuka agama dapat lebih efektif untuk menyampaikan pesan-pesan restorasi.
Baca juga: BRG berdayakan masyarakat desa gambut antisipasi karhutla Sumsel
Baca juga: BRG fasilitasi restorasi 656.884 ha gambut di Sumsel
BRG sudah melakukan langkah tersebut dengan membuat program Da'i Peduli Gambut dan Gereja Peduli Gambut pada 2018 untuk membawa persoalan pelestarian dan restorasi gambut langsung ke akar rumput.
Selain itu, kolaborasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah dilakukan dengan mendorong program Ecomasjid untuk mewujudkan masjid ramah lingkungan di desa peduli gambut.
MUI juga sudah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 39 Tahun 2016 yang menyatakan haram hukumnya melakukan aksi pembakaran hutan dan lahan.
"Arah dari fatwa itu tidak hanya untuk umat Muslim yang ada di lahan gambut, tapi juga di daerah perkotaan, untuk pemegang kekuasaan dan kebijakan serta pebisnis," kata Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH-SDA) MUI Dr. Hayu Prabowo, yang juga terlibat dalam diskusi itu.
Baca juga: 120.000 ha gambut jadi PR restorasi BRG di 2020
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020