Sekitar 265 warga Kota Surabaya, Jawa Timur, yang dinyatakan reaktif berdasarkan hasil pemeriksaan cepat COVID-19 menjalani tes swab dan isolasi di sejumlah hotel di daerah itu selama 14 hari.Jadi kita juga minta bantuan untuk pihak rumah sakit agar bisa menambah bed untuk ruang isolasi
"Karena saya ingin itu (COVID-19, red.) segera terputus, maka mereka diisolasi di hotel," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat rapat koordinasi bersama Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) Kota Surabaya di Posko Dapur Umum Balai Kota Surabaya, Rabu.
Untuk memutus mata rantai penularan COVID-19, Pemkot Surabaya terus bekerja keras dengan berbagai upaya, salah satunya menggelar tes cepat secara massal di beberapa wilayah di kota itu.
Dari tes cepat itu, lanjut dia, bagi mereka yang hasilnya reaktif maka selanjutnya akan menjalani tes swab dan isolasi di hotel selama 14 hari.
"Saat ini kurang lebih ada sekitar 135 warga (ODP) yang ada di hotel dan juga ada 265 warga yang reaktif," kata dia.
Namun, Risma menyatakan, bahwa hasil reaktif dari tes cepat belum tentu positif COVID-19.
Baca juga: Ini cara Pemkot Surabaya agar masyarakat taat aturan PSBB
Untuk itu, warga yang hasil tes cepat dinyatakan reaktif, selanjutnya akan menjalani pemeriksaan swab. Hal itu untuk memastikan apakah warga tersebut benar-benar terkonfirmasi positif COVID-19 atau tidak.
"Selama menunggu pemeriksaan dan hasil swab itu, maka dia tetap harus menjalani karatina selama 14 hari. Meski hasil pemeriksaan swabnya nanti negatif," kata wali kota perempuan pertama di Surabaya itu.
Pihaknya juga menjalin komunikasi dengan dua rumah sakit di Surabaya untuk rencana penambahan kapasitas tempat tidur di ruang isolasi, yakni Rumah Sakit (RS) Husada Utama berjumlah 240 bed dan RS Siloam 40 bed.
"Jadi kita juga minta bantuan untuk pihak rumah sakit agar bisa menambah bed untuk ruang isolasi," katanya.
Baca juga: Khofifah: PSBB di "Surabaya Raya" diperpanjang hingga Lebaran
Baca juga: Gugus Tugas: Perlu upaya lebih agresif di Surabaya tekan COVID-19
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020