• Beranda
  • Berita
  • Pengamat: Bantuan sosial COVID-19 jangan dipolitisasi

Pengamat: Bantuan sosial COVID-19 jangan dipolitisasi

18 Mei 2020 13:44 WIB
Pengamat: Bantuan sosial COVID-19 jangan dipolitisasi
Petugas melakukan pendataan kepada warga yang menerima Bantuan Sosial Tunai (BTS) di Kantor Pos Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (11/5/2020). Pemerintah setempat menyalurkan BST senilai Rp600 ribu per Keluarga Penerima Manfaat (KPM) selama tiga bulan ke depan dari Kementerian Sosial kepada 15.879 KPM di Kota Banjarmasin yang terdampak wabah COVID-19. Foto Antaranews Kalsel/Bayu Pratama S
Pengamat politik dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Dr H Budi Suryadi mengatakan, fenomena politisasi bantuan sosial (bansos) kini ramai pada masa pandemi COVID-19 terutama pada daerah-daerah yang menggelar Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020.

"Hendaknya bantuan sosial COVID-19 jangan dipolitisasi," kata dia di Banjarmasin, Senin.

Menurut Budi, fenomena politisasi tersebut sebenarnya lebih banyak merugikan dalam pembangunan politik masyarakat di daerah dibanding politik level atas.

Beberapa kerugian yang muncul, papar dia, menyimpangkan terwujudnya modal sosial di masyarakat. Dimana masyarakat yang semestinya terbangun mandiri dari dana bansos justru menjadi tergantung terhadap bantuan pemerintah semata.

Kemudian dikatakan Budi, nilai kepedulian sosial juga tergerus. Masyarakat menjadi tidak peduli terhadap masyarakat lainnya karena djebak pada bantuan seseorang yang menjabat.

Selain itu, mematikan kesadaran partisipasi masyarakat karena terjebak pada kepentingan sesaat dengan embel tertentu.
Prof Dr H Budi Suryadi. (ANTARA/Firman)


Di sisi lain, tambah dia, menciptakan kecemburuan politik. Sehingga kelompok masyarakat terbelah dalam sekat-sekat dukung mendukung berdasarkan pemberian bansos.

"Merugikan bakal calon lain yang tidak memiliki sarana bansos tidak dapat melakukan seperti yang dilakukan oleh balon yang masih menjabat atau petahana," timpal Guru Besar Bidang Sosial dan Politik ULM itu.

Oleh karena itu, Budi menilai dari perspektif sosiologi politik, fenomena politisasi bansos oleh petahana dapat saja ditindak dengan anulir keikutsertaannya dalam pilkada. Dimana sangat merugikan pembangunan masa depan politik masyarakat.

Baca juga: Cegah politisasi bansos COVID-19, Perludem: Kemendagri buat aturan

Baca juga: Bawaslu Jatim: Politisasi bansos COVID-19 terjadi di Jember

Baca juga: Ketua MPR beri bantuan sembako penggali makam

Baca juga: Andre Rosiade sarankan bansos dalam bentuk tunai di tengah COVID-19

Pewarta: Firman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020