"Hendaknya bantuan sosial COVID-19 jangan dipolitisasi," kata dia di Banjarmasin, Senin.
Menurut Budi, fenomena politisasi tersebut sebenarnya lebih banyak merugikan dalam pembangunan politik masyarakat di daerah dibanding politik level atas.
Beberapa kerugian yang muncul, papar dia, menyimpangkan terwujudnya modal sosial di masyarakat. Dimana masyarakat yang semestinya terbangun mandiri dari dana bansos justru menjadi tergantung terhadap bantuan pemerintah semata.
Kemudian dikatakan Budi, nilai kepedulian sosial juga tergerus. Masyarakat menjadi tidak peduli terhadap masyarakat lainnya karena djebak pada bantuan seseorang yang menjabat.
Selain itu, mematikan kesadaran partisipasi masyarakat karena terjebak pada kepentingan sesaat dengan embel tertentu.
Di sisi lain, tambah dia, menciptakan kecemburuan politik. Sehingga kelompok masyarakat terbelah dalam sekat-sekat dukung mendukung berdasarkan pemberian bansos.
"Merugikan bakal calon lain yang tidak memiliki sarana bansos tidak dapat melakukan seperti yang dilakukan oleh balon yang masih menjabat atau petahana," timpal Guru Besar Bidang Sosial dan Politik ULM itu.
Oleh karena itu, Budi menilai dari perspektif sosiologi politik, fenomena politisasi bansos oleh petahana dapat saja ditindak dengan anulir keikutsertaannya dalam pilkada. Dimana sangat merugikan pembangunan masa depan politik masyarakat.
Baca juga: Cegah politisasi bansos COVID-19, Perludem: Kemendagri buat aturan
Baca juga: Bawaslu Jatim: Politisasi bansos COVID-19 terjadi di Jember
Baca juga: Ketua MPR beri bantuan sembako penggali makam
Baca juga: Andre Rosiade sarankan bansos dalam bentuk tunai di tengah COVID-19
Pewarta: Firman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020