Dikutip dari Reuters, Kamis, otoritas dari 23 negara di lima benua telah berencana untuk menggunakan teknologi tersebut.
Peraturan dua perusahaan tersebut meminta otoritas tidak mengumpulkan nomor telepon pengguna, karena kedua pembuat perangkat lunak itu memprioritaskan privasi pengguna.
Baca juga: Apple diramalkan kesulitan pada kuartal kedua 2020
Baca juga: Bocoran Apple Glasses, mirip kacamata biasa dengan dukungan 5G
Apple dan Google mengatakan beberapa negara bagian AS dan 22 negara telah mengungkapkan niat menggunakan teknologi mereka, namun tidak jelas berapa banyak yang akhirnya akan merilis aplikasi seluler yang menggunakan teknologi tersebut.
Penggunaan aplikasi akan mempercepat pelacakan kontak, di mana pihak berwenang mengidentifikasi dan melakukan tes untuk orang-orang yang berinteraksi dengan mereka yang terpapar virus corona.
Teknologi ini dapat membantu pihak berwenang melakukan tes untuk lebih banyak orang yang berpotensi terinfeksi virus corona.
Namun, beberapa pemerintah berpendapat upaya berbasis aplikasi mereka akan lebih efektif jika mereka dapat melacak lokasi pengguna untuk mengidentifikasi hot spot penularan virus dan memberi tahu mereka tentang kemungkinan terpapar melalui panggilan telepon atau pesan teks.
Apple dan Google telah melarang pihak berwenang menggunakan teknologinya untuk mengumpulkan data lokasi GPS atau mengharuskan pengguna memasukkan data pribadi.
Australia, Inggris dan negara-negara lain yang berusaha mengembangkan teknologinya sendiri mengalami hambatan, karena aplikasi menguras baterai perangkat dan adopsi yang terbatas.
Apple dan Google mengatakan sistem mereka akan lebih andal menggunakan koneksi Bluetooth antar perangkat untuk mencatat pengguna yang berada dalam kedekatan fisik setidaknya selama lima menit.
Baca juga: Apple dan Google matikan lokasi untuk aplikasi lacak corona
Baca juga: Apple tambah situs tes COVID-19 ke Maps di AS
Pengembang aplikasi pelacak kontak untuk Austria, Jerman dan Swiss mengatakan kepada Reuters pekan ini bahwa mereka melangkah bersama teknologi Apple-Google, dan berjalan baik-baik saja tanpa mengetahui nomor telepon pengguna.
Sementara, pemerintah lain tak mau bertaruh. Norwegia berencana untuk membandingkan efektivitas aplikasi miliknya Smittestopp dengan aplikasi berbasis Apple-Google.
Smittestopp, yang menghabiskan anggaran pengembangan sekitar 5 juta dolar AS, mengakses lokasi GPS dan memerlukan nomor telepon. Namun, penggunaannya terbatas karena jumlah infeksi rendah.
North Dakota, yang menghadirkan aplikasi pelacak kontak pertama di AS, mengatakan kepada Reuters, akan meninggalkan aplikasi Care19 yang awalnya sebagai alat "buku harian" pelacakan lokasi untuk membantu pasien mengingat riwayat perjalanan mereka. Pemerintah North Dakota akan merilis aplikasi Care19 Exposure yang didasarkan pada teknologi Apple-Google.
Pemerintah Australia mengatakan sedang dalam pembicaraan dengan Apple dan Google tentang peningkatan aplikasi COVIDSafe, yang saat ini membutuhkan nomor telepon, kode pos dan rentang usia.
Sementara itu, pemerintah Indonesia telah meluncurkan aplikasi PeduliLindungi, yang membutuhkan nama dan nomor telepon saat menggunakan aplikasi tersebut, dan akan mengakses bluetooth untuk merekam riwayat kontak.
Baca juga: Apple perlahan buka toko di AS
Baca juga: China perketat kehadiran perusahaan teknologi AS
Baca juga: Apple tingkatkan prosedur keselamatan lindungi pekerja pabrik
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020