Hal itu berdasarkan Surat Deputi Bidang Pencegahan KPK Nomor B/2090/LIT.05/10-15/04/2020 tertanggal 24 April 2020 tentang Hasil Umum SPI Tahun 2019. Pada tahun 2019, SPI dilakukan terhadap 27 Kementerian/Lembaga, 15 Pemprov, dan 85 Pemkab/Pemkot.
Indeks SPI rata-rata 127 K/L/PD yang mengikuti kegiatan tersebut adalah 76,98, dimana indeks rata-rata 27 Kementerian/Lembaga adalah 78,43; indeks rata-rata 15 Pemprov adalah 70,94, indeks rata-rata dari 25 Pemkot adalah 78,04 dan indeks rata-rata dari 60 Pemkab adalah 77,4.
“Dengan begitu SPI tentu memberi dampak yang baik bagi kita Pemprov Kaltara utamanya dalam mengidentifikasi area rentan korupsi dan area perbaikan. Dengan SPI, kita juga akan mengetahui indikator keberhasilan kegiatan antikorupsi dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap instansi kita,” kata Irianto Lambrie di Tanjung Selor, Selasa.
Baca juga: Menteri PAN-RB sebut zona integritas wujud transformasi pemerintah
Irianto menyebutkan bahwa hasil survei ini ada enam locus SPI 2019 di lingkup Pemprov Kaltara, yakni Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas PUPR dan Perkim, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah, dan Biro Pembangunan Sekretariat Daerah.
SPI merupakan upaya memetakan kondisi integritas dan capaian upaya pencegahan korupsi pada Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah (K/L/PD) yang menjadi target kegiatan pencegahan korupsi oleh KPK.
Tujuannya, memetakan resiko korupsi seperti suap/gratifikasi dalam layanan, penggelembungan anggaran, nepotisme dan suap dalam perekrutan pegawai, jual-beli jabatan hingga rekayasa dalam pengadaan barang dan jasa.
SPI juga ditujukan untuk melihat efektivitas sosialisasi mengenai korupsi, whistleblower sistem dan upaya anti korupsi lainnya, termasuk menilai pengelolaan anggaran, kasus suap di lembaga, perlakuan terhadap pelapor tindak pidana korupsi dan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) di lembaga, serta menyajikan gambaran umum permasalahan integritas yang dialami K/L/PD.
Menurut Gubernur, dengan indeks SPI 80,03 yang diraih Pemprov Kaltara adalah hasil yang menggembirakan.
"Alhamdulillah, berdasarkan laporan dari Kepala Inspektorat Kaltara, hasil SPI kita cukup menggembirakan, bahkan di atas rata-rata nasional," kata Irianto.
Baca juga: Mendagri ceritakan rendahnya komitmen dan integritas
Dia mengungkapkan kegiatan ini merupakan bentuk aksi kolaboratif yang melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN/Bappenas), KPK, dan BPS.
Ada empat aspek yang menjadi dasar penilaian adalah integritas internal. Pertama, budaya organisasi yang meliputi transparansi, konflik kepentingan, keberadaan calo, nepotisme, suap, kerugian negara, dan penyalahgunaan wewenang oleh atasan.
Kedua, sistem antikorupsi yang ditujukan pada keberadaan dan efektivitas sistem antikorupsi. Ketiga, pengelolaan SDM yang terdiri atas proses rekrutmen, promosi, mutasi dan kebijakan peningkatan kualitas SDM.
Keempat, pengelolaan anggaran yang meliputi penyelewengan anggaran, perjalanan fiktif, dan pemotongan honor tak resmi.
Dalam penilaian SPI, terdapat tiga kategori responden. Pertama, Internal K/L/PD atau pegawai yang bekerja dalam institusi. Indikator penilaiannya mencakup transparansi pelayanan dan integritas pelayanan.
Kedua, Eksternal atau pengguna layanan atau stakeholder dari suatu institusi dengan penilaian integritas pegawai dan sistem antikorupsi yang meliputi kampanye antikorupsi, sanksi perilaku korupsi dan tindak lanjut pengaduan.
Baca juga: Semua Kementerian harus punya zona integritas
Ketiga, Eksper atau ahli terkait isu korupsi yang terdiri dari 2 komponen yaitu transparansi dan sistem antikorupsi. Pada komponen ini KPK dan BPS ingin mengetahui transparansi lembaga publik melalui sudut pandang narasumber ahli.
Pada tahun 2019, SPI dilaksanakan 127 instansi pemerintah meliputi 27 kementerian/lembaga, 15 pemerintah provinsi, 25 pemerintah kota dan 60 pemerintah kabupaten. SPI di Pemprov Kaltara melibatkan 130 responden.
Meliputi 60 responden dari kalangan ASN, 60 responden pengguna layanan publik (masyarakat), dan 10 responden kalangan ekspert.
Responden ekspert meliputi dari Gubernur maupun Sekretaris Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, Inspektorat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Ombudsman, Pensiunan ASN dengan kriteria minimal eselon II, LSM anti korupsi, Asosiasi Pengusaha (Kadin), serta Kepolisian.
Adapula metode survei yang dilakukan dengan pengambilan sampel acak atau random sampling yang dilaksanakan secara independen oleh BPS. "Jadi penilaiannya memang benar-benar independen. Kita tidak mengetahui siapa saja respondennya," kata Gubernur.
Pewarta: Redaksi
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020