"Dengan sikap Pemerintah tersebut maka PPP meminta DPR untuk menarik kembali RUU HIP," kata Arsul di Jakarta, Rabu.
Menurut dia kalaupun terkait Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dinilai perlu ada UU yang menjadi payung hukum maka RUU HIP bisa digunakan untuk mengatur keberadaan lembaga tersebut.
Baca juga: Anggota DPR: TAP MPRS XXV/1966 penting jadi konsideran RUU HIP
Namun dia mengingatkan kalau RUU tersebut tetap dibahas untuk mengatur kelembagaan BPIP maka hanya mengatur tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut dan tidak boleh memasukkan norma yang hakikatnya merupakan pengaturan tafsir atau pemahaman Pancasila.
"Kalau RUU tersebut hanya mengatur kelembagaan BPIP maka harus dirombak sehingga PPP menyarankan agar DPR menarik kembali saja RUU tersebut dan membicarakannya kembali di internal DPR dengan mendengarkan aspirasi masyarakat," ujarnya.
Wakil Ketua MPR RI itu menilai sebenarnya dengan Peraturan Presiden (Perpres) yang saat ini menjadi landasan keberadaan atau legal standing BPIP, telah memadai.
Namun menurut dia kalau mau diatur dengan UU maka aturan tersebut tidak boleh mengatur soal tafsir atau pemahaman tentang Pancasila.
"Soal pemahaman ini biar menjadi konsepsi yang berkembang sesuai dengan kebutuhan zamannya," katanya.
Dia menjelaskan jika RUU yang diajukan tersebut merujuk pada TAP MPRS atau MPR dalam bagian konsideran maka jangan meninggalkan TAP MPRS XXV/1966 yang justru selalu menjadi pengingat sejarah tentang pengkhianatan para penganut paham komunis terhadap dasar negara sampai dua kali.
Baca juga: Pemerintah tunda pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyebutkan, pemerintah menunda pembahasan RUU HIP dengan DPR.
"RUU tersebut adalah usul inisiatif DPR yang disampaikan kepada pemerintah dan sesudah presiden berbicara dengan banyak kalangan dan mempelajari isinya, maka pemerintah memutuskan untuk menunda atau meminta penundaan kepada DPR atas pembahasan RUU HIP," kata Mahfud saat bersama Menkumham Yasonna Laoly, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (16/6).
Pemerintah juga meminta kepada DPR untuk berdialog dan menyerap aspirasi lebih banyak lagi dengan seluruh elemen masyarakat.
"Jadi, pemerintah tidak mengirimkan Surat Presiden (Surpres) untuk pembahasan itu. Itu aspek proseduralnya," kata Mahfud.
Baca juga: Pengurus Besar NU sarankan agar proses legislasi RUU HIP dihentikan
Baca juga: Ormas Islam apresiasi keputusan Pemerintah tunda bahas RUU HIP
Baca juga: Bahas penolakan RUU HIP, Wapres terima Menkopolhukam dan ormas Islam
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020