• Beranda
  • Berita
  • Pengamat: Perkuat UMKM, RI bisa lepas ketergantungan eksternal

Pengamat: Perkuat UMKM, RI bisa lepas ketergantungan eksternal

4 Juli 2020 19:33 WIB
Pengamat: Perkuat UMKM,  RI bisa lepas ketergantungan eksternal
Ilustrasi pelaku UMKM tapis motif Celugam khas Lampung Barat. (ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi)

Ketergantungan Indonesia pada sumber-sumber eksternal inilah yang membuat ekonomi Indonesia sangat rentan

Kondisi perekonomian Republik Indonesia dinilai bisa terlepas dari ketergantungan eksternal atau berbagai faktor luar negeri dengan cara mengeluarkan kebijakan yang betul-betul memperkokoh UMKM nasional di berbagai daerah.

"Ketergantungan Indonesia pada sumber-sumber eksternal inilah yang membuat ekonomi Indonesia sangat rentan," kata Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti dalam keterangan tertulis, Sabtu.

Menurut dia, hal ini dapat terlihat dengan meski berbagai upaya yang dilakukan dengan memasifkan pembangunan infrastruktur, tetapi pertumbuhan ekonomi nasional sejak tahun 2015 tidak bisa melampaui 5 persen per tahun.

Ia juga berpendapat bahwa kefrustrasian pemerintah semakin menjadi ketika perang dagang terjadi karena mengakibatkan defisit transaksi berjalan semakin dalam akibat ketergantungan kepada aliran dana pemodal luar negeri dan perdagangan berbasis komoditas mentah.

"Ketidak-pastian ekonomi global sangat mempengaruhi dua hal ini. Investasi yang masuk sangat rendah, khususnya kerentanan investasi portofolio, serta penurunan harga dan permintaan global atas komoditas mentah tidak mampu menggenjot penerimaan negara," ucapnya.

Rachmi berpendapat, pemerintah sebenarnya menyadari, untuk mendorong pertumbuhan berkualitas hanya bisa didukung oleh sektor produktif, namun sejak lama pertumbuhan ekonomi disektor ini cenderung stagnan akibat gejala deindustrialisasi.

Ia mengingatkan bahwa dari pengalaman krisis yang pernah ada sebelumnya ternyata sektor UMKM adalah tulang punggung ekonomi pada saat krisis.

"Maka kenapa tidak diarahkan saja fokus kebijakannya ke sana (UMKM) secara konsisten, dari pada mendorong Omnibus Law," katanya.

Menurut dia, memang ada upaya merevisi ukuran usaha berskala mikro, kecil, dan menengah, namun hal itu tidak digambarkan secara jelas bagaimana ukuran yang akan diatur, serta berpotensi membuka celah hukum bagi pengusaha sektor padat karya yang selalu berlindung pada status usaha berskala kecil dan menengah untuk menghindar dari seluruh kewajibannya khususnya dalam memenuhi hak-hak pekerja.

Sebagaimana diwartakan, Pemerintah dinilai perlu untuk meningkatkan peran dan keterlibatan UMKM dalam hal pengadaan barang/jasa pemerintah, sebagai upaya membantu UMKM dalam mengatasi dampak perlambatan kinerja akibat pandemi COVID-19.

"Pengadaan barang dan jasa selain untuk meningkatkan pelayanan publik, juga perlu diarahkan untuk memberikan nilai manfaat terutama bagi pelaku UMKM," kata Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin.

Menurut dia, di tengah pelemahan daya beli akibat pandemi, belanja pemerintah sangat diperlukan untuk mendorong permintaan akan produk UMKM, yang meskipun harganya dinilai mungkin sedikit lebih mahal, tetapi setidaknya dapat menggerakkan produk lokal.

Politisi Fraksi Partai Golkar itu mengingatkan bahwa akibat perlambatan kinerja ekonomi, Bank Indonesia (BI) mencatat 72 persen pelaku UMKM mengalami penurunan penjualan dan penyaluran modal.

Untuk itu, ujar dia, Pemerintah juga harus menjaga sisi permintaan atas produk UMKM, yaitu dengan memanfaatkan komponen belanja Pemerintah.

Puteri mendorong Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk meningkatkan peran dan keterlibatan UMKM, sejalan dengan amanah Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.



Baca juga: Membantu UMKM sama dengan menyelamatkan perekonomian bangsa

Baca juga: Gerakan belanja pemerintah beri peran UMKM dalam perekonomian nasional

Baca juga: Legislator dorong antisipasi dampak Covid-19 dengan bantu UMKM

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020