• Beranda
  • Berita
  • Kisah di balik "otak" Nodeflux, startup AI anak bangsa yang mendunia

Kisah di balik "otak" Nodeflux, startup AI anak bangsa yang mendunia

6 Juli 2020 12:31 WIB
Kisah di balik "otak" Nodeflux, startup AI anak bangsa yang mendunia
Co-founder dan CEO Nodeflux, Meidy Fitranto, ditemui di kantor Nodeflux, kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Minggu (5/7/2020). (ANTARA/Arindra Meodia)
Januari 2016, Meidy Fitranto bersama Faris Rahman mendirikan startup teknologi berfokus pada kecerdasan buatan, artificial intelligence (AI), Nodeflux.

Saat itu, Nodeflux memiliki kantor kecil menyewa rumah di Jalan Kemang dalam, kenang Meidy.

Secara bisnis, menurut Meidy, saat itu sudah lebih mudah bagi sebuah startup untuk berdiri, mengingat telah banyak kisah sukses dari startup pendahulu yang kini telah menjadi unicorn.

"Sebenarnya ekosistem startup di Indonesia lebih cenderung growing, untuk investor, untuk market, confidence levelnya sudah cukup tinggi," ujar Meidy kepada Antara saat ditemui di kantor Nodeflux yang berlokasi di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Minggu (5/7).

Memilih fokus pada pengembangan deep learning computer vision, Meidy dan rekannya melihat adanya momentum yang baik, sebab Indonesia masih menjadi pasar yang baru untuk adopsi teknologi tersebut.

Sementara, teknologi tersebut secara global masih terus berkembang dengan penemuan baru, sehingga masih banyak area menarik untuk dicoba eksplorasi, kata Meidy.

Pria kelahiran Jakarta tahun 1988 itu tak memungkiri bahwa modal selalu menjadi kendala saat memulai bisnis. Namun, hal itu bukan yang utama.

Eksplorasi teknologi
Menemukan ide bisnis, menurut Meidy, menjadi proses panjang. Selanjutnya, mencari jalan untuk mengeksekusi ide tersebut juga menjadi tantangan lain.

"Tapi semakin sering kita berpikir tentang idenya, frekuensi kemunculan ide semakin lebih banyak, dan itu menjadi probability untuk menemukan yang pas, itu yang kita lakukan," kata Meidy.

Pada 2017, Nodeflux sempat berubah haluan bisnis, dari platform analitik bergeser pada perusahaan Vision AI, sebelum akhirnya masuk pada tahap eksekusi. Pada tahun yang sama, Nodeflux mendapat pendanaan awal dari PT Telkom Indonesia.

Selanjutnya, pada tahap eksekusi, kedua founder Nodeflux yang memliki latar belakang Teknik Industri Institut Teknologi Bandung juga merasakan banyak tantangan, mulai dari menemukan klien ataupun market yang tepat, soal menyeimbangkan keuangan, hingga mendapat talenta digital untuk mengembangkan produk.

Hingga akhirnya kedua founder yang berteman sejak di bangku Sekolah Menengah Pertama itu menghadirkan VisionAire, yang secara teknis merupakan "otak dasar" dari implementasi AI Nodeflux.

VisionAire dikembangkan dengan teknologi kecerdasan mesin untuk impelementasi AI di semua fungsi analitik maupun penerapannya dalam menghadirkan solusi untuk menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat.

Teknologi VisionAire dapat digunakan pada sumber perangkat keras apa saja, baik itu CCTV, webcam, ponsel, kamera atau lainnya. Banyak jenis aturan logika yang dapat diterapkan, bahkan dapat dikustomisasi khusus hanya untuk proses bisnis atau kebutuhan klien.

Produk dan layanan Nodeflux mencakup berbagai sektor tidak terbatas pada smart city, termasuk pertahanan dan keamanan, manajemen lalu lintas, manajemen tol, analitik toko (grosir dan eceran), manajemen aset dan fasilitas, serta iklan dan transportasi.

Nodeflux memulai tahun 2018 dengan East Ventures bergabung dalam pendana perusahaan rintisan tersebut. Pada tahun yang sama Nodeflux juga bekerjasama dengan Polri, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Jasa Marga untuk implementasi teknologi,

Berbagai solusi yang dihadirkan Nodeflux di antaranya teknologi pengenal wajah, penghitung dan klasifikasi kendaraan untuk membedakan motor ataupun jenis kendaraan berukuran kecil, menengah dan besar, hingga pendeteksi muka air, yang menunjang solusi smart city.

Nodeflux juga terlibat dalam kegiatan pengamanan Asian Games 2018 dan IMF-World Bank Group Summit 2018.


Baca juga: Nodeflux wakili Indonesia di CeBIT Australia

Baca juga: Nodeflux lengkapi sistem verifikasi data perbankan lewat AI

Baca juga: Rajawali Foundation dan Nodeflux perkenalkan budaya bercerita

 
Co-founder dan CEO Nodeflux, Meidy Fitranto, ditemui di kantor Nodeflux, kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Minggu (5/7/2020). (ANTARA/Arindra Meodia)


Bersaing global
Pada 2018, Nodeflux juga secara resmi menjadi bagian dari program NVIDIA-Metropolis Software Partner Program (Nvidia-MSPP). Nodeflux merupakan perusahaan AI Indonesia pertama yang masuk dalam daftar ini, bersama 24 perusahaan AI papan atas dari seluruh dunia.

NVIDIA-MSPP adalah program pemanfaatan AI dan deep learning dalam menjaga keamanan kota serta bertransformasi menjadi smart cities. Menjadi partner software dari perusahaan prosesor asal Amerika Serikat, Nvidia, menurut Meidy, membuka pintu lebar terhadap teknologi terkini, sekaligus menempatkan Nodeflux bersama brand AI dunia.

Usaha Nodeflux untuk menyejajarkan Indonesia di perpetaan persaingan AI dunia tidak hanya sampai di situ. Nodeflux berhasil meraih peringkat ke-25 untuk penilaian algoritma pemrograman dari Face Recognition Vendor Test (FRVT) di bulan September 2019 dari National Institute of Standards and Technology (NIST).

"Nodeflux itu satu satunya company dari indonesia yang sudah tervalidasi di proses testing di NIST. Di Asia Tenggara pun cuma ada empat, dan kita satu satunya dari Indonesia. Kita berusaha lihat area menarik dan membuktikan kompetensi kita di area mana untuk bisa menghasilkan quality services yang enggak mainan tapi world class delivery," ujar Meidy.

NIST merupakan lembaga standardisasi dan salah satu laboratorium bidang sains dan teknik tertua di Amerika Serikat, berada di bawah kendali Departemen Perdagangan pemerintah Amerika Serikat. Tujuannya adalah untuk menciptakan kompetisi unggul dalam perkembangan teknologi di seluruh dunia.

Nodeflux bersaing dengan lebih dari 90 perusahaan teknologi AI terkemuka di dunia, termasuk dari China dan Rusia, di kategori yang sama.

"Di indonesia sebelumnya lebih banyak produk dari China, AS, Israel, bagaimana cara Nodeflux bisa sejajar dengan mereka karena kita bermain di lapangan tanding yang sama, kita melakukan rules of the game yang sama, untuk mengetes produk kita sendiri di level benchmark yang sama," ujar Meidy.

Meski saat ini AI dengan teknologi face recognition sebagai salah satu bentuk implementasi, yang dapat digunakan di CCTV atau sistem absensi misalnya, menjadi kian banyak digunakan, Meidy melihat banyak produk asing yang mengatasnamakan karya anak bangsa.

"Konteks intelektualnya, jangan sampai beli dari luar tapi dibordir dengan nama Nodeflux misalnya, terus kita bilang itu punya Nodefux itu jangan. Akhirnya proses inovasi jadi proses inovasi naruh stempel," ujar Meidy.

Sehingga, menurut Meidy, edukasi menjadi penting saat ini. Selain talenta digital yang masih menjadi persoalan bagi Nodeflux, yang 60 persen karywannya merupakan penggerak inovasi teknologi atau engineer.

Inovasi di tengah pandemi
Meski dengan keterbatasan talenta digital, Nodeflux mampu berinovasi di tengah pandemi COVID-19 untuk menghadirkan solusi yang mampu mengotomasi proses pemantauan mobilitas publik.

Seiring dengan kebijakan jaga jarak fisik, berbagai tantangan muncul, misalnya, pemantauan arus kendaraan di jalan-jalan tertentu tanpa harus menurunkan petugas di lapangan selama 24/7, pemantauan perilaku masyarakat yang tidak mematuhi jarak aman atau yang tidak mematuhi peraturan untuk memakai masker di luar rumah.

Nodeflux menghadirkan berbagai solusi berbasis teknologi AI Computer Vision bernama Nodeflux VisionAIre yang mampu mendeteksi dan menghitung kepadatan manusia, mendeteksi adanya jarak antar manusia kurang dari 1 meter dan mendeteksi adanya manusia yang tidak mengenakan masker.

"Kami telah bekerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta dan Jawa Timur. Di Jawa Timur kami telah melakukan uji coba AI untuk penetapan protokol kesehatan yang memantau apakah masyarakat menggunakan masker atau tidak," kata Meidy.

Selain solusi manajemen perkotaan, Meidy melihat adanya permintaan yang tinggi terhadap sistem electronic Know your Customer (eKYC) pada layanan perbankan dan financial technology (Fintech), dalam masa pandemi saat ini.

Sistem eKYC membuat proses verifikasi calon nasabah menjadi lebih mudah, sebab KYC manual dapat memakan lebih banyak waktu dan terganjal sejumlah permasalahan.

"Manual cek prosesnya tidak instan, banyak permintaan di situ (eKYC), kalau manual cek problemnya bisa jadi KTP palsu. Dan, ini demand-nya cukup naik," kata Meidy.

Saat ini, Nodeflux telah memiliki 80 karyawan. Meidy melihat industri teknologi bidang AI terus berkembang, terlebih pertumbuhan ekonomi Indonesia membuat investor tergiur untuk menanamkan modal.

"Perkembangan teknologi ini sangat menarik. Ini bukan cuma di Indonesia, tapi seluruh dunia karena growth cukup besar dan sangat menjanjikan, implementasinya cukup besar," Meidy menambahkan.

Baca juga: Teknologi pengenal wajah banyak dipakai untuk absensi kantor

Baca juga: Startup Kata.ai tantang pemuda ciptakan solusi AI

Baca juga: Startup Indonesia Kata.ai dapat kucuran Rp46,5 miliar dari investor

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020