"Sebab saat ini kita sedang fokus dan perhatian terarah ke penanganan COVID-19 yang menjadi prioritas utama," kata dia di Graha BNPB Jakarta, Selasa,
Akibatnya, proses penanganan TB yang selama ini telah dilakukan menjadi menumpuk karena terabaikan oleh penanganan COVID-19.
Oleh karena itu, ke depan ia menyarankan pemerintah harus melihat penanganan penyakit tersebut secara extraordinary atau out of the box.
Baca juga: Obat eliminasi TB diperjualbelikan, Kemenkes peringatkan rumah sakit
Baca juga: Rumah sakit di Jaksel siapkan layanan daring hadapi normal baru
Jika penanganan TB biasa-biasa saja maka dikhawatirkan peningkatan kasus penyakit tersebut meningkat drastis. Bahkan, Indonesia bisa menyelip Cina dan India yang berada di urutan kedua dan pertama kasus terbanyak dunia.
Ia mengatakan ancaman tuberkulosis sebenarnya jauh lebih tinggi jika dibandingkan COVID-19 saat ini. Sebab, satu tahun saja penyakit yang disebabkan kuman mycobacterium tersebut dapat membunuh 100 ribu orang per tahun.
"Sebetulnya untuk Indonesia kasus ini serius banget. Bandingkan saja 100 ribu orang setahun corona tidak ada apa-apanya dari jumlah meninggal," kata dia.
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Wiendra Waworuntu mengatakan penularan TB dan COVID-19 sama-sama melalui droplet atau percikan air liur.
"Tapi perbedaan dua penyakit ini ialah satu akibat virus satu lagi karena kuman," katanya.
Ia mengatakan saat ini Kemenkes telah memiliki alat yang bisa digunakan untuk penyembuhan COVID-19 sekaligus TB secara bersamaan.*
Baca juga: Jakarta tuan rumah pertemuan internasional bahas pemberantasan TBC
Baca juga: Rokok elektrik bisa sebabkan kanker, penyakit paru, hingga TB
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020