MPR dukung Presiden larang impor "rapid test"

9 Juli 2020 20:01 WIB
MPR dukung Presiden larang impor "rapid test"
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat mengisi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada pengurus Asosiasi Perusahaan Perdagangan Barang, Distributor, Keagenan, dan Industri Indonesia (ARDIN Indonesia), di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Kamis. (istimewa)

Kebijakan tersebut sebagai wujud nyata keberpihakan pemerintah terhadap industri dalam negeri

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung langkah Presiden Joko Widodo yang melarang kementerian melakukan impor pemenuhan "rapid test", polymerase chain reaction (PCR), alat pelindung diri, masker, hingga obat-obatan karena kemampuan produksi dalam negeri sudah mampu mencukupi kebutuhan nasional dalam menangani pandemik COVID-19.

"Berbagai kementerian dengan anggaran terbesar yang tidak terkait penanganan COVID-19 secara langsung, seperti Kementerian Pertahanan yang memiliki anggaran mencapai Rp122,44 triliun, juga dilarang mengimpor alutsista," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Hal itu dikatakan Bamsoet saat mengisi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada pengurus Asosiasi Perusahaan Perdagangan Barang, Distributor, Keagenan, dan Industri Indonesia (ARDIN Indonesia), di Ruang Kerja Ketua MPR RI.

Dia mengatakan seluruh kementerian didorong untuk belanja dari dalam negeri sehingga bisa menggairahkan geliat ekonomi nasional sekaligus mendorong produktifitas produksi dalam negeri.

"Kebijakan tersebut sebagai wujud nyata keberpihakan pemerintah terhadap industri dalam negeri," ujarnya.

Baca juga: Penolakan tes cepat, Bamsoet: Pahami karakter warga dalam sosialisasi

Dia mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo sangat memperhatikan kondisi penurunan ekonomi nasional maupun global akibat pandemik COVID-19.

Menurut dia, dalam pertemuan dengan pimpinan MPR RI pada Rabu (8/7/20), Presiden Joko Widodo mengatakan kondisi ekonomi dunia sangat sulit bahkan terancam resesi, Bank Dunia memprediksi, pertumbuhan ekonomi global di 2020 ini minus 5,2 persen, terdalam sejak Perang Dunia II.

"Di Kuartal I 2020 saja, pertumbuhan ekonomi China minus 6,8 persen, Amerika minus 4,8 persen, Jepang minus 2,2 persen, Jerman minus 2 persen, Inggris minus 2 persen, Thailand minus 1,8 persen. Indonesia masih lebih baik karena mampu tumbuh 2,97 persen," ujarnya.

Dia mengatakan, di Kuartal II, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi menurun hingga minus 3,6 persen, Prancis minus 17,2 persen, Inggris minus 15,4 persen, Amerika Serikat minus 9,7 persen, Jepang minus 8,3 persen, Malaysia minus 8 persen, dan Singapura minus 6,8 persen.

Menurut dia agar di Kuartal III pertumbuhan ekonomi bisa membaik, Presiden Joko Widodo sudah meningkatkan stimulus pemulihan ekonomi mencapai Rp905,1 triliun.

Baca juga: Ketua MPR dorong percepatan serapan anggaran tangani COVID-19

Bamsoet yang merupakan Ketua Umum ARDIN Indonesia itu mengatakan sektor UMKM mendapat perhatian khusus dari pemerintah dengan mengalokasikan anggaran mencapai Rp123,46 triliun, terbagi dalam tujuh klaster, antara lain Rp78,78 triliun untuk penempatan dana untuk restrukturisasi kredit, Rp35,28 triliun untuk subsidi bunga, Rp5 triliun untuk belanja imbal jasa penjaminan (IJP).

"Lalu sebesar Rp2,4 triliun untuk PPh final UMKM ditanggung pemerintah, Rp1 triliun penjaminan untuk modal kerja (stop loss), dan Rp1 triliun untuk pembiayaan investasi kepada koperasi melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kementerian Koperasi dan UKM," tuturnya.

Menurut dia, ARDIN Indonesia yang bermitra dengan UMKM bisa memanfaatkan stimulus bantuan tersebut agar pandemik COVID-19 yang sudah mengancam kesehatan tidak sampai mengancam kegiatan ekonomi secara berkelanjutan.

Dia mengatakan, antara kesehatan dan ekonomi tidak bisa saling dipisahkan, keduanya sangat penting agar kehidupan bisa tetap berjalan.​​​​​​​

Bamsoet mengatakan, pemerintah juga akan menggratiskan tagihan listrik pelanggan 450 VA selama enam bulan dan memberikan diskon 50 persen bagi pelanggan 900 VA selama enam bulan.

"Pemerintah juga menyiapkan sekitar Rp2,6 triliun untuk penanganan COVID-19 di berbagai pondok pesantren. Ada juga bantuan untuk mengurangi beban mahasiswa akibat pengeluaran ekstra membeli kuota internet akibat perkuliahan daring sebagai dampak pandemi COVID-19," katanya.

Hal penting lainnya menurut dia, pemerintah juga sudah menyiapkan sekitar Rp34 triliun agar Indonesia bisa memproduksi sendiri vaksin COVID-19 dan ditargetkan Februari-April 2020, vaksinnya sudah tersedia dan bisa dinikmati seluruh anak bangsa. Sekaligus menunjukan kedaulatan bangsa ini terhadap vaksin sehingga tidak perlu bergantung kepada negara lain.

Menurut dia, sejauh ini hanya China dan Inggris merupakan negara terdepan dalam penemuan vaksin COVID-19, akhir Desember 2020, keduanya sudah bisa memproduksi vaksin secara massal untuk terlebih dahulu memenuhi kebutuhan masing-masing dalam negerinya.

​​​​​​​"Jumlah penduduk di China saja sudah mencapai 1,4 miliar lebih, jumlah penduduk Inggris dengan Uni Eropa sudah melebihi 500 juta. Karena itu sangat penting bagi Indonesia bisa memproduksi sendiri vaksin COVID-19, sehingga tidak bergantung kepada negara lain," ucapnya.

Baca juga: MPR minta pemerintah evaluasi lembaga kinerja belum maksimal

Baca juga: MPR dukung tambahan anggaran sektor pertanian atasi pandemi

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020