"Logikanya kalau itu merupakan hasil dari kebakaran hutan, tentu suhunya tinggi. Kalau suhunya tinggi seharusnya virus bisa mati," kata Andika melalui sambungan telepon dengan ANTARA Jakarta, Jumat.
Ia mengakui bahwa asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan dapat mengganggu mekanisme pertahanan tubuh sehingga mempermudah risiko terkena COVID-19.
Baca juga: Dokter paru: Potensi asap karhutla mempermudah risiko terkena COVID-19
Baca juga: Doni Monardo: Asap akibat karhutla bisa tingkatkan risiko COVID-19
"Pada seseorang yang menderita COVID-19 juga bisa menjadi lebih berat lagi kondisinya karena terinhalasi zat-zat kebakaran tadi," ujarnya.
Namun demikian, ia tidak memperkirakan bahwa partikel virus SARS-CoV-2, penyebab COVID-19, dapat menempel pada partikel lain, termasuk partikel pada asap.
Ia memperkirakan bahwa partikel COVID-19 tersebut hanya akan menempel para droplet yang dikeluarkan penderita melalui batuk dan bersin yang kemudian pada droplet dengan partikel lebih besar dapat menular dalam jangkauan 1-2 meter, tetapi pada mikrodroplet dengan partikel yang lebih kecil virus tersebut dapat melayang-layang di udara selama beberapa waktu tertentu dalam jangkauan 6-10 meter.
"Jadi untuk yang large droplet-nya 1 sampe 2 meter. Tapi kalau yang mikrodroplet ini atau small droplet ini jangkauannya bisa 6 sampai 10 meter. Sehingga kalau itu berada di ruangan tertutup, risiko penularannya lebih besar," ujar Andika.*
Baca juga: Cek fakta: Virus corona bisa ditularkan melalui asap rokok?
Baca juga: IDI: Belum ada penelitian penularan COVID-19 melalui asap rokok
Pewarta: Katriana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020