Istilah "bayi bau tangan" mitos atau fakta?

30 Juli 2020 12:00 WIB
Istilah "bayi bau tangan" mitos atau fakta?
Ilustrasi ibu dan anak (Shutterstock)
Sebagian Anda mungkin pernah mendengar istilah "anak atau bayi bau tangan" akibat terlalu sering digendong saat dia menangis. Anak nantinya akan cenderung hanya mau dan sering digendong ibunya saat menangis ketimbang orang lain. Benarkah ini?

"Mungkin ada yang pernah dengar mengenai "bau tangan", jangan sering digendong nanti anak bau tangan. Itu mitos," ujar psikolog klinis anak, Rayi Tanjung Sari dalam webinar “Peran Probiotik Di 1000 Hari Pertama Kehidupan", Kamis.

Dia menyarankan orang tua segera merespon kebutuhan anak saat dia menangis, misalnya dengan menggendong dia karena untuk usia di bawah lima tahun ini satu-satunya cara anak berkomunikasi.

Dari hal ini, anak juga akan belajar orang-orang di sekitar ternyata responsif pada kebutuhannya.

Baca juga: Introvert atau ekstrovert? Kenali pribadi anak agar komunikasi efektif

Baca juga: Tips psikolog jaga keamanan anak di dunia maya


"Sebaiknya ketika anak nangis langsung digendong. Dia bisa belajar ternyata orang di sekitarnya responsif sama kebutuhannya. Komunikasi anak saat itu melalui menangis," tutur Rayi.

Sebaliknya, ketika anak menangis tidak mendapatkan respon, dia bisa merasa tidak ada orang yang tak bisa dipercaya di sekitarnya dan munculah mistrust, biasanya terjadi pada anak usia 0 bulan hingga 18 bulan.

"Ketika responsif pada kebutuhan akan terbagun rasa trust anak, percaya dunia yang dia tinggali baik dan bisa tumbuh dengan baik. Kalau orang tua tidak memberikan respon atau kasus pengabaian anak yang parah, mereka (anak) akan tumbuh mistrust," kata Rayi.

Ciri anak yang mengalami mistrust, antara lain ragu-ragu dalam berinteraksi, tidak ingin berada di dekat orang tua dan cenderung mencari kala orang tua tak ada hingga ketakutan berlebihan saat ditinggal orang tua.

"Kalau misalnya ada dia enggak mau deket-deket tetapi kalau tidak ada, dicari. Ini bisa jadi sebenarnya dia tidak tumbuh trust dari usia dini. Misalnya anaknya terlalu takut ditinggal, bisa jadi ada kecenderungan sebelumnya attachment tidak kuat sehingga tidak terbangun trust," ujar Rayi.

Anak yang tidak tumbuh rasa percayanya akibat kurang lekat dengan orang tua kemungkinan saat dewasa mengalami masalah-masalah semisal kecemasan dan depresi.

"Attachment itu memang punya peran sangat besar terbawa hingga anak menjadi dewasa. Insecure attachment akan terbawa ke pola pengasuhan kita berikutnya, biasanya masalah ini terbawa ke masa depan bisa masalah kecemasan, depresi," demikian papar Rayi.

Baca juga: Jangan gengsi, kiat jitu orangtua bebas stres ajari anak di rumah

Baca juga: Anak ingin jumpai teman saat pandemi, sebaiknya larang atau izinkan?

Baca juga: Belajar daring bukan alasan abaikan batasan "screen time" untuk anak

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020